Polisi tangkap pelaku pemalsuan rapid test
TRANSKEPRI.COM.BATAM- Terungkap, ternyata tindak pemalsuan surat rapid Test dilakukan oleh 2 orang oknum pekerja di Rumah Sakit Graha Hermine (RSGH) yang beralamat di Batuaji. Akibatnya, 5 calon penumpang gagal berangkat ke Medan.
Terungkapnya pemalsuan surat rapid test itu, setelah tim Polsek Bandara Hang Nadim Batam, melakukan langkah pemeriksaan terhadap calon penumpang yang gagal berangkat ke luar Batam, lantaran surat rapid test yang dimilikinya adalah palsu.
Kemudian dilakukan upaya pemeriksaan
kepada calon penumpang tersebut.
Kapolsek Bandara Hang Nadim Batam, AKP Nidya Astuti mengatakan, setelah mendapat suatu keterangan dari calon penumpang yang gagal berangkat. Lalu dilakukan penangkapan kedua pelaku.
"Kedua orang yang kami tangkap adalah De dan We, mereka ini adalah pekerja, yang masih bekerja di RS Graha Hermine. De sebagai Satpam, dan We sebaga petugas di laboratorium," kata AKP Nidya, Senin (20/12/2020).
Disebutkan AKP Nidya, pemalsuan yang dilakukan si pelaku dengan memalsukan stempel serta tanda tangan dokter, dari Rumah Sakit Graha Hermine.
"Namun dapat diketahui karena berbeda dengan surat yang dimiliki oleh petugas kesehatan di Bandara Hang Nadim," ujar Nidya.
Saat itu, ucap Nidya petugas mencurigai surat keterangan rapid test yang dibawa satu keluarga tersebut.
"Kemudian untuk memastikan dilakukan konfirmasi, ke pihak RS Graha Hermine.
Lalu salah seorang petugas di RS Graha Hermine datang ke Bandara Hang Nadim, dan menyatakan bahwa, surat yang ada maupun dibawa calon penumpang tidak terdaftar," ungkapnya.
Ternyata, terang Kapolsek, mana dokter yang tercantum dalam Surat Rapid Test tersebut, saat ini sudah tak bekerja lagi di RS Graha Hermine.
"Maka, diketahui kedua tersangka telah mencuri dan memalsukan Surat Rapid Test dari RSGH itu, dengan menghargai dokumen palsu ini seharga Rp 600 ribu per paket," tegasnya.
Maka, pungkas Nadya, terkait perbuatan kedua tersangka, mereka dijerat dengan Pasal 263 KUHP, tentang pemalsuan.
"Maka, Derisman dan Wendri, terancam dengan hukuman pidana penjara. Yakni, paling maksimal selama 6 tahun," tegas AKP Nidya Astuti. (wan)