Diduga 20 Ribu Kotak Amal di 7 Provinsi Digunakan Buat Danai Jaringan Teroris

Kamis, 17 Desember 2020

Ilistrasi: Kotak amal

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menduga ada sekitar 20 ribu lebih kotak amal dari Yayasan Abdurrahman bin Auf (ABA) yang menjadi sumber pendanaan kelompok teroris Jamaah Islamiyah.

Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono menjelaskan bahwa kotak amal itu tersebar di 7 Provinsi di 12 wilayah yang berbeda.

"Untuk Organisasi Teroris khususnya Jamaah Islamiah saat ini mulai berusaha untuk Go Public, karena semakin sulitnya mengumpulkan dana jika hanya lewat Infaq Anggota maupun Ikhtisod," kata Argo saat dikonfirmasi, Kamis (17/12).

Sisanya, kata dia, dua ribu kotak amal di wilayah Yogyakarta, Solo dan Magetan. Lalu, 2.500 kotak amal di Malang. Kemudian, 800 kotak di Surabaya, 300 di Semarang, 200 di Pati dan Temanggung, Jakarta 48 kotak, dan terakhir Ambon 20 kotak.Argo merinci, sebaran kotak amal paling banyak ditemukan di Lampung, yakni sebanyak enam ribu kotak. Kemudian, Densus 88 juga menemukan empat ribu kotak amal untuk pendanaan teroris di Sumatera Utara.

"Untuk ciri ciri spesifik (kotak amal) yang mengarah ke organisasi teroris tidak ada, karena bertujuan agar tidak memancing kecurigaan masyarakat dan dapat berbaur," kata Argo.

Beda halnya di wilayah Solo, Sumut, Pati, Magetan, dan Ambon yang menggunakan rangka kayu dengan pelapis kotak kaca.Kotak amal yang tersebar di wilayah Jakarta, Lampung, Malang, Surabaya, Temanggung, Yogyakarta, dan Semarang biasanya menggunakan rangka alumunium dengan menggunakan kaca untuk melapisinya.

"Penempatan kotak Amal mayoritas di warung warung makan konvensional karena tidak perlu ijin khusus dan hanya meminta ijin dari pemilik warung yang biasanya bekerja di warung tersebut," ucapnya.

Densus sebelumnya menduga JI menggunakan dana tersebut untuk memberangkatkan para teroris ke Suriah guna mengikuti pelatihan militer dan taktik teror.

"Dan penyalahgunaan fungsi dana kotak amal yang kami temukan terletak di minimarket yang ada di beberapa wilayah di Indonesia," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Awi Setiyanto, di Mabes Polri, Senin (30/11).Selain itu, dana tersebut juga diduga digunakan untuk membayar gaji rutin para pimpinan Markaziyah Jamaah Islamiyah serta pembelian persenjataan dan bahan peledak yang akan digunakan untuk amaliah atau jihad.

Hasil investigasi Densus Antiteror menunjukkan bahwa kelompok Jamaah Islamiyah masih terus berkembang di Indonesia. JI sendiri merupakan organisasi yang secara resmi dilarang oleh negara.

Organisasi ini berperan dalam sejumlah tindak pidana terorisme di Indonesia, seperti Bom Bali I dan II, Bom JW Marriot, Bom Malam Natal Tahun 2000, serta rangkaian beberapa tindakan terorisme lainnya di Indonesia yang telah mengakibatkan sekitar 2.000-an orang yang menjadi korban. (tm)