Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri menegaskan pengusutan laporan dugaan tindak pidana korupsi kepala daerah tetap berlangsung meski di tengah proses Pilkada 2020.
Hal tersebut disampaikan Firli saat 'Pembekalan Calon Kepala Daerah (Cakada) Provinsi Kepulauan Riau, Lampung, Kalimantan Timur, dan Nusa Tenggara Timur (NTT), yang disiarkan di Youtube Kanal KPK, Selasa (10/11).
Firli mengatakan pelaksanaan pilkada bisa menjadi pintu masuk korupsi oleh kepala daerah. Ia pun mengingatkan agar para calon kepala daerah tidak berbuat korupsi setelah terpilih dan menjabat."Hukum dan politik adalah dua rel yang berbeda. Politik pilkada sedang berlangsung, tapi bukan berarti proses penegakan hukum tak berjalan. Jangan anggap hukum berhenti di saat pilkada. Penegakan hukum tidak akan terganggu oleh pelaksanaan pilkada," kata Firli.
Menurut Firli, salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi adalah dengan menghindari benturan kepentingan, termasuk benturan kepentingan dalam pendanaan pilkada. Per Oktober 2020 sekitar 143 kepala daerah telah diproses oleh lembaganya.
"Survei KPK di tahun 2018 memperlihatkan adanya 82,3 persen dari calon kepala daerah yang diwawancarai mengakui adanya donatur dalam pendanaan pilkada," ujar jenderal bintang tiga itu.
Menurutnya, para donatur lantas memanfaatkan bantuannya tersebut untuk memperoleh kemudahan perizinan menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta keamanan dalam menjalankan bisnis.Lebih lanjut, Firli mengatakan kebutuhan biaya pilkada yang besar dibandingkan harta kekayaan para calon kepala daerah menjadi salah satu penyebab munculnya sumbangan dari para donatur.
"Hasil telaah KPK di 2018 itu juga menemukan bahwa sebagian besar cakada, atau 83,80 persen dari 198 responden, mengutarakan mereka akan memenuhi ambisi para donatur tersebut ketika dia menjabat," ujarnya.
Sesuai catatan survei KPK, total harta rata-rata pasangan calon adalah Rp18,03 miliar. Padahal, berdasarkan wawancara mendalam, disebutkan bahwa untuk bisa mengikuti tahapan pilkada, pasangan calon di tingkat kabupaten/ kota harus memegang uang antara Rp5-10 miliar. Sedangkan untuk menang idealnya harus menggenggam dana sekitar Rp65 miliar. (tm)