Sang Merah Putih
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu) menyatakan mengecam pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang dinilai menyudutkan agama Islam dan membiarkan penerbitan ulang karikatur Nabi Muhammad S.A.W., oleh majalah satire Charlie Hebdo.
Kemenlu turut memanggil Duta Besar Prancis di Jakarta, Olivier Chambard, untuk menyampaikan kecaman itu.
“Kementerian Luar Negeri memanggil Duta Besar Prancis di Jakarta hari ini. Dalam pertemuan itu, Kementerian Luar Negeri menyampaikan kecaman terhadap pernyataan yang disampaikan Presiden Prancis,” kata Juru Bicara Kemenlu RI, Teuku Faizasyah, Selasa (27/10).
Macron memantik perdebatan setelah menyampaikan pernyataan pada Jumat (23/10), pekan lalu. Dia mengatakan “Islam adalah agama yang mengalami krisis di seluruh dunia”.
Meski demikian, Macron menyatakan tetap mempertahankan prinsip sekuler yang diterapkan Prancis.
Macron menyatakan pemerintahannya akan tetap melanjutkan dan menghormati segala perbedaan di dalam perdamaian. Dia menyatakan tidak akan membiarkan ujaran kebencian dan tetap mempertahankan budaya debat untuk mempertahankan pendapat.
“Sejarah kami memperlihatkan perjuangan terhadap tirani dan fanatisme. Kami akan melanjutkannya. Kami akan tetap melanjutkan, akan tetap membela harga diri manusia dan nilai-nilai universal,” ujar Macron.
Pernyataan Macron ditanggapi oleh Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan. Dia mengatakan Macron harus memeriksakan kesehatan jiwanya akibat melontarkan pernyataan tersebut.
“Apa masalah individu yang dipanggil Macron dengan Islam dan dengan Muslim? kata Erdogan, “Macron butuh pengobatan mental.”
Perdana Menteri Pakistan, Imran Khan, menuduh Macron, “menyerang Islam” akibat pernyataan tersebut.
“Ini adalah saat di mana Presiden Macron bisa memberikan sentuhan penyembuhan dan menyangkal ruang bagi para ekstremis daripada menciptakan polarisasi dan marginalisasi lebih lanjut yang pasti mengarah pada radikalisasi,” cuit Khan.
“Sangat disayangkan bahwa dia memilih untuk mendorong Islamofobia dengan menyerang Islam daripada teroris yang melakukan kekerasan, baik itu Muslim, Supremasi Kulit Putih, atau ideologi Nazi,” tambahnya.(tm)