Praktisi Hukum, Budi Sutrisno, SH
TRANSKEPRI.COM.TANJUNGPINANG - Praktisi Hukum (PH) M. Budi Sutrisno, SH seorang advokat muda yang tergabung dalam kantor Advokat Agung Wira Dharma dan Associates menanggapi pernyataan Hariyun Sagita pada salah satu media online tentang pencabutan laporan adalah hak prerogatifnya.
Ditemui di sela sela Hari Jadi Kota Otonom Tanjungpinang yang ke-19, Budi mengatakan untuk mencabut laporan perkara yang dilaporkan ada prosedur dan ketentuan hukum yang harus dipedomani, Sabtu (17/10/20).
Menurut Budi Sutrisno pelapor tidak bisa sesuka hatinya, mencabut laporan dengan dalil hak prerogatif tentu bertentangan dengan perspektif hukum dan KUHP. Harus diketahui lebih dulu perkara yang dilaporkan tersebut termasuk kategori delik aduan atau delik biasa.
Untuk delik aduan, sesuai ketentuan pasal 74 ayat 1 KUHP pengaduan hanya boleh diajukan dalam jangka waktu enam bulan terhitung sejak orang yang berhak mengadu mengetahui adanya kejahatan jika yang bersangkutan bertempat tinggal di Indonesia. Atau dalam jangka waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia. Selanjutnya sesuai ketentuan pasal 75 KUHP, Orang yang mengajukan pengaduan berhak menarik kembali pengaduan tersebut dalam waktu tiga bulan setelah pengaduan diajukan.
Jika pengaduannya kemudian dicabut, dalam jangka waktu tiga bulan terhitung sejak pengaduan diajukan, maka proses hukum akan dihentikan. Namun, jika proses pencabutan pengaduannya dilakukan setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak dilaporkan atau diadukan maka proses hukum akan tetap dilanjutkan, kecuali untuk kejahatan zinah (Pasal 284 KUHP), pengaduan itu dapat dicabut kembali, selama peristiwa itu belum mulai diperiksa dalam sidang pengadilan.
Selanjutnya Budi menjelaskan upaya hukum apa yang bisa ditempuh masyarakat yang berkepentingan jika karena pencabutan laporan yang dilakukan pelapor yang diduga bertentangan dengan hukum acara pidana mengakibatkan proses hukum penyidikan perkara akhirnya dihentikan ?.
Sarana hukum yang disediakan negara apabila terjadi penghentian penyidikan yang diduga dilakukan bertentangan dengan ketentuan hukum adalah pihak yang berkepentingan dapat mengajukan pra peradilan (Prapid) ke Pengadilan Negeri setempat.
Menurut ketentuan pasal 1 angka 10 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, praperadilan adalah wewenang hakim untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang salah satunya tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan," terang Budi.
Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri dengan menyebutkan alasannya (PASAL 80 KUHAP).
Sementara Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Hitam Putih, Rahmad S.Sos menyatakan bersedia menjadi pihak ketiga sebagai pelapor dan pemohon prapid ke pengadilan negeri Tanjungpinang.
"Untuk menegakkan supermasi hukum, Lsm Hitam Putih siap mengawal dan menjadi pihak ketiga melaporkan dugaan petistiwa pidana penggunaan gelar akademik dirut BUMD PT. TMB, Fhm dan mengajukan permohonan prapid jika perkara ini dihentikan non prosedural," pungkas Rahmad.
Kita percaya penyidik akan profesional dalam menyikapi dan mengambil keputusan untuk meneruskan atau menghentikan peristiwa pidana yang dimaksud dengan dalil hukum sesuai ketentuan yang berlaku," tutur Rahmad. (tim)