Sidang dugaan tindak pidana korupsi pada RSUD Lingga di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang
TANJUNGPINANG -Dokter Asri Wijaya dan Satria Nagawan, dua terdakwa dugaan tindak pidana korupsi pengecatan dan perawatan RSUD di Dabo Singkep, Kabupaten Lingga, Tahun Anggaran 2018 senilai Rp,1.000.020.000 masih bebas berkeliaran alias belum ditahan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Tanjungpinang usai sidang, Selasa (29/9/2020).
Hal tersebut terlihat sejak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Lingga menghadirkan kedua terdakwa dalam sidang, kemudian membacakan dakwaan dihadapan majelis hakim Tipikor Tanjungpinang atas perbuatan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh terdakwa.
Dalam perkara ini, terdakwa Asri Wijaya bertindak selaku Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dabo Singkep, sekaligus sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
Sedangkan terdakwa Satria Nagawan, merupakan seorang staf Pegawai Tidak Tetap (PTT) Pemkab Lingga dan juga bertugas sebagai supir Bupati Lingga saat itu, sekaligus selaku orang yang diperintahkan oleh terdakwa Asri Wijaya untuk mengatur segala kegiatan pekerjaan yang dilakukan dalam proyek tersebut.
Dalam dakwaan JPU pada prinsipnya menyebutkan, perkara ini berawal pada tahun 2018 Pemerintah Kabupaten Lingga melalui APBD, mengalokasikan DIPA anggaran perawatan dan pemeliharaan RSUD Lingga dengan pagu anggaran sebesar Rp 1.020.000.000
Berdasarkan anggara negara itu, selanjutnya terdakwa Asri Wijaya selaku direktur RSUD Dabo Singkep sekaligus selaku KPA dan PPK mulai melaksanakan kegiatan yang seharusnya melalui proses tender pelelangan sebagaimana layaknya.
Namun oleh terdakwa justru dilakukan pemecahan pekerjaan secara langsung sebanyak 7 kegiatan pengecetan di RSUD Dabo Singkep tahun 2018 dengan nilai di bawah Rp.200 juta, tanpa tender lelang melalui pelaksanaanya yang juga diduga fiktif dan tidak dikerjakan sebagai mana mestinya.
Atas dasar tersebut, kemudian terdakwa Asri Wijaya selaku KPA dan direktur RSUD Dabo Singkep, memilih konsultan perencana termasuk konsultan pengawas, tanpa surat perjanjian pekerjaan atau penunjukan langsung. Hal itu tidak sesuai dengan Perpres 54 tentang kontrak pengadaan pekerjaan
Selai itu, terdakwa Asri Wijaya juga memerintahkan kepada terdakwa Satria Nagawan seorang PTT bertugas sebagai supir Bupati Lingga untuk mencari penyedia jasa
yang hanya digunakan sebagai syarat guna pencairan dana anggaran pekejaan saja melalui pinjam bendara 6 CV perusahaan dari 7 kegiatan kepada pihak lain dengan menjanjikan fee sebesar 3 persen.
Dari 6 CV perusahaan yang dipinjam oleh terdakwa Satria Nagawan tersebut, ternyata pelaksanaan pekerjaannya itu oleh terdakwa Asri Wijaya menyuruh untuk mencari tukang cat. Atas perintah terdakwa Asri Wijaya ini, terdakwa Satria Nagawan mendapatkan sebanyak 3 orang tukang melakukan pengecatan RSUD Dabo Singkep sejak awal Oktober 2018 atau sebelum ditanda tanganinya kontrak pekerjaan.
"Tanda tangan kontrak itu dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2018, namun pekerjaannya sudah dilakukan dari awal Oktober,"beber JPU
Akibatnya, berdasarkan hasil audit BPKP didapati kerugian negara sekitar Rp 555.852.808 dari pagu anggaran APBD 2018 senilai Rp.1.000.020.000
Atas perbuatannya, kedua terdakwa dijerat sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Dan UU nomor 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Seluruh kerugian negara tersebut sudah dikembalikan oleh terdakwa pada saat proses penyidikan," ucap JPU Josua P Tobing SH yang juga sebagai Kepala seksi pidana Khusus (Kasipidsus) Kejaksaan Negeri Lingga, saat ditemui wartawan usai sidang.
Disinggung tidak ditahannya kedua terdakwa tersebut, Kasi Pidsus Kejari Lingga ini menyebutkan, bahwa keduanya selalu koperatif setiap kali dilakukan pemanggilan, termasuk juga telah melakukan pengembalian uang kerugian negara seluruhnya.
"Mereka juga wajib lapor. Disamping itu, saat proses penyidikan dan pelimpahan berkas perkara, bersamaan meningkatnya pandemik Covid-19, sehingga berdasarkan Surat Edaran Kemenkum HAM, pihak Rumah Tahanan belum bisa menerima. Sehingga itulah keberuntungan kedua terdakwa ini,"kilahnya.
Josua juga menyebutkan, bahwa penanganan dan proses perkara kedua terdakwa ini sudah dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, sehingga kewenangannya sudah diserahkan sepenuhnya pada majelis hakim yang mengadili perkaranya.
Majelis Hakim yang akan menyidangkan perkara ini dipimpin oleh M Djauhar Setyadi, didampingi oleh Majelis Hakim anggota, Yon Efri dan Suherman. Usai sidang Ketua majelis hakim yang juga Wakil Ketua PN Tanjungpinang M Djauhar Setyadi tidak bersedia dimintakan komentarnya atas belum ditahannya kedua teradakwa dugaan kasus kurpsi ini.
"Silahkan tanya ke Humas saja,"ucap M Djauhar Setyadi.
Humas Pengadilan Negeri Tanjungpinang M Sacral Ritonga SH MH menyebutkan, belum dilakukannya penahanan kedua terdakwa tersebut, dengan alasan sejak proses penyelidikan dan penyidikan, keduanya tidak ditahan.
"Jadi tidak serta merta, perkara yang dilimpahkan ke Pengadilan Negeri ini dilakukan penahanan. Namun tidak tertutup kemungkinan, jika terdapat hal-hal tertentu, maka akan dilakukan penetapan penahanan terhadap kedua terdakwa itu,"ujarnya. (tim).