RAPBN Tahun 2021 Mengalami Defisit Rp971,2 Triliun

Sabtu, 15 Agustus 2020

RAPBN Tahun 2021 Mengalami Defisit

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2021 mengalami defisit sebesar Rp971,2 triliun. Presiden Joko Widodo sudah menyampaikan rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara (RAPBN) tahun anggaran 2021 kepada parlemen. 


Pemerintah merencanakan anggaran belanja negara Rp 2.747,5 triliun dan pendapatan ditargetkan RP 1.776,4 triliun.


"Pada masa transisi RAPBN tahun 2021 dengan rencana pendapatan negara Rp 1.776,4 triliun dan belanja negara Rp 2.747,5 triliun," kata Jokowi dalam pidato Nota Keuangan di Gedung MPR/DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2020)

Dengan komposisi anggaran belanja negara yang lebih besar daripada target penerimaan negara, Jokowi bilang RAPBN tahun 2021 mengalami defisit anggaran sebesar Rp 971,2 triliun atau setara 5,5% dari produk domestik bruto (PDB).

Defisit anggaran tahun 2021 akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara-hati-hati," ujarnya.

Jokowi bilang pembiayaan utang dilaksanakan secara responsif mendukung kebijakan countercyclical dan akselerasi pemulihan sosial ekonomi. Pengelolaan utang yang hati-hati selalu dijaga pemerintah secara konsisten.

"Pembiayaan defisit RAPBN tahun 2021 akan dilakukan melalui kerja sama dengan otoritas moneter, dengan tetap menjaga prinsip disiplin fiskal dan disiplin kebijakan moneter, serta menjaga integritas, kredibilitas, dan kepercayaan pasar surat berharga pemerintah," ungkapnya.

Jokowi menjelaskan target pendapatan negara itu utamanya akan berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp 1.481,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak Rp 293,5 triliun.

"Dari sisi perpajakan, pemerintah terus melakukan berbagai upaya perluasan basis pajak serta perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan dalam rangka meningkatkan dan menggali sumber-sumber penerimaan yang potensial," ujarnya.

Selain itu, lanjut Jokowi, upaya pemerintah mengejar target itu dengan penerapan omnibus law perpajakan dan pemberian berbagai insentif perpajakan yang tepat dan terukur. Diharapkan mampu mendorong peningkatan investasi dan daya saing nasional, mempercepat pemulihan ekonomi pasca-pandemi COVID-19, serta memacu transformasi ekonomi.

"Di sisi cukai, akan dilakukan pengembangan sistem pengawasan cukai terintegrasi, serta ekstensifikasi cukai untuk mengendalikan eksternalitas negatif," tambahnya.(007)