MenPan RB Minta Pelaku Perjalanan Dinas Fiktif Dihukum Berat

Kamis, 06 Agustus 2020

MenPAN- RB, Tjahyo Kumolo

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Untuk mencegah penyalahgunaan anggaran perjalanan dinas, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), telah menyusun beberapa masukan. Salah satunya, jika ditemukan ada perjalanan dinas fiktif, pimpinan instansi wajib memberikan sanksi berat bagi yang melakukan pelanggaran. Sanksi ini penting untuk menimbulkan efek jera.

Demikian disampaikan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo menanggapi laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang menemukan kejanggalan dari realisasi perjalanan dinas di sebuah kementerian. Menurut Tjahjo, Kemenpan RB akan menelaah lebih dalam temuan BPK tersebut bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

“Bila benar terjadi perjalanan fiktif, pimpinan instansi diwajibkan memberikan sanksi berat bagi yang terlibat agar terjadi efek jera,” kata Tjahjo di Jakarta, Rabu (5/8).

Harus Selektif

Kemenpan RB, lanjut Tjahjo, akan mengingatkan kepada seluruh instansi akan beberapa hal. Pertama, menerapkan sistem penugasan perjalanan dinas yang selektif dan akuntabel. Kedua, menugaskan inspektorat di setiap instansi pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap kegiatan perjalanan dinas.

“Khusus perjalanan dinas di kementerian dan lembaga kami berpendapat, pertama dari aspek kebijakan menerapkan cashless atau kartu kredit pemerintah,” kata dia.

Dengan begitu, kata Tjahjo, mudah mengontrolnya dan penerapan at cost termasuk uang harian. Terkait ini, untuk tahun 2020, transportasi taksi-bandara sudah at cost. Konsekuensinya take home pay PNS ditingkatkan misal ada tunjangan perjalanan dinas.

“Hal ini sudah diterapkan di KPK, misal uang harian yang sekitar 300 ribu tersebut per hari tidak bisa “masuk kantong” tapi at cost misal untuk makan siang, malam atau ngopi di bandara,” ujarnya.

Tidak kalah penting, kata dia, aspek pengendalian internal. Menurutnya, ini penting untuk meningkatkan fungsi verifikasi atas belanja perjalanan dinas, di mana selama ini mayoritas verifikasi masih terhadap yang formal bukan material.

“Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) misal melakukan kerja sama dengan maskapai dan PHRI, sehingga secara desk audit bisa mendeteksi adanya fiktif atau kelebihan bayar. Sehingga APIP sudah bisa menemukan sebelum BPK menemukannya. Saat ini prosedur minta data ke maskapai atau hotel relatif sulit,” katanya.

Seperti diketahui BPK menemukan adanya realisasi perjalanan dinas di Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) tidak tertib. Jumlahnya mencapai 8,1 miliar rupiah.

Anggota Komisi V DPR, Eddy Santana Putra meminta agar temuan BPK soal kejanggalan anggaran perjalanan dinas di instansi pemerintahan seperti yang terjadi di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tidak terulang lagi.

Dia sepakat dengan Menpan RB, Tjahjo Kumolo, perlu ada kontrol dari pimpinan instansi. Sehingga kasus perjalanan dinas yang janggal tidak terulang lagi. “Harus dikontrol sehingga tidak terulang lagi. Karena itu, izin dalam melakukan perjalanan dinas harus sesuai peraturan untuk meminimalisir kecurangan yang ada,” kata Eddy.(tm)