Ety binti toyib (tengah) saat sampai di Bandara Seotta
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Raut wajahnya datar. Tidak terlihat ada kesedihan di raut wajah Ety binti Toyyib Anwar, tenaga kerja Indonesia (TKI) di Arab Saudi, warga Desa Cidadap, Kecamatan Cingambul, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat saat tiba di Ruang VIP Terminal III Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Senin (6/7/2020) sekitar pukul 17.30 WIB. Tidak tampak pula keceriaan berlebihan. Aty yang mengenakan pakaian serba hitam dengan masker berjalan pelan menemui sejumlah tamu yang ada di Ruang VIP.
Di sana sudah menunggu Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Wakil Ketua dan Anggota Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh dan Anggia Ermarini, Anggota Komisi V Ning Eem Marhamah, dan Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani.
”Terima kasih banyak,” ungkap Ety sambal mengatupkan tangan sebagai tanda salam kepada para elite politik yang menunggu.
Ety lantas duduk di samping Menaker. ”Kepada Bapak Presiden, kepada Ibu Negara, kepada semuanya. Saya sudah enggak tahu anak-anak saya. Mudah-mudahan apa-apa dibalas oleh Allah,” katanya.
Ety belum tahu apa rencana yang akan dilakukan. Apalagi, setelah ini Ety masih harus menjalani karantina selama 14 hari lagi sebelum pulang ke kampung halaman.
“Ya saya ucapkan terima kasih semuanya atas dukungan semua. Mudah-mudahan ada hikmahnya untuk semua. Saya cuma bisa berdoa, cuma bisa segitu saya yang saya sampaikan kepada semua,” katanya lirih.
Perempuan yang telah menjalani hukuman selama 18 tahun atas tuduhan meracuni majikannya ini mengaku tidak menyesal atas apa yang telah dialaminya selama ini. Justru, dia mengaku mengambil hikmah dari takdir yang harus dijalaninya. Salah satunya, dia mengaku bersyukur karena selama menjalani tahanan bisa mempelajari Alquran dan hadist hingga akhirnya mampu menghafalkan Alquran 30 juz dan berbagai hadits.
“Kepada semua yang membantu saya, semoga ini menjadi jalan menuju surga,” tutur Ety yang mengaku harus mendekam di penjara sejak usia 35 tahun pada 2002 silam.
Meski harus menjalani hidup di tahanan selama 18 tahun, dan hanya sempat bekerja selama satu tahun delapan bulan, hingga kini Ety bersikukuh tidak bersalah karena tidak membunuh majikannya seperti yang didakwakan.
“Ya nggak, saya nggak merasa bersalah. Nanti Allah yang menjawab itu untuk semuanya. Saya nggak merasa bersalah. Tapi mungkin dosa saya yang menghukum saya. Nggak ada yang disalahkan. Mungkin itu kesesatan saya,” katanya.
Ety pun menceritakan awal mula peristiwa sebelum majikannya meninggal dunia. “Majikan saya itu pergi ke Jeddah naik mobil sendiri. Paginya sarapan sama istrinya, malamnya makan di restauran. Di Jeddah dua minggu kesana kemari, apa kesalahan saya? Bagaimana saya disana menjerit-jerit nggak bunuh, nggak bunuh, tetapi tetap dipenjara,” ungkapnya.
Dia mengaku hanya korban atas tuduhan pembunuhan. ”Iya dituduh. Alhamdulillah saya nggak ngelakuin. InsyaAllah besok lusa, kapan, ada jawabannya dari Allah,” katanya.
Kendati begitu, Ety mengaku tidak terbesit sedikitpun dendam di hatinya. ”Nggak, saya nggak ada dendam. Itu kesesatan saya, nggak ada yang disalahkan,” katanya.
Ety pun mengaku gembira bisa kembali menginjakkan kaki ke Tanah Air yang sudah ditinggalkannya selama 20 tahun. “Ya bahagia Pak. Kalau rindu ya Tanah Air sendiri,” tuturnya.
Dengan pengalaman pahitnya selama ini, dan usianya yang tidak lagi muda, tidak sedikitpun ada di benak Ety untuk kembali bekerja ke luar negeri.
“Ya nggak, udah tua begini. Udah dipenjara, kapok,” katanya.
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid yang menjemput Ety di bandara, mengaku bersyukur bahwa salah seorang warga negara Indonesia berhasil dipulangkan.
“Alhamdulillah, hari ini memang kita saksikan satu nyawa warga negara Indonesia berhasil pulang. Karena memang satu jiwa ini sangat berharga, tidak ada harganya. Ini hukum di Arab Saudi menentukan siapapun yang divonis mati atau pembunuhan maka kena qishash. Yakni hukum nyawa dengan nyawa. Namun, ada solusinya yakni dengan membayar diyat (uang darah) sebagai denda," kata Jazilul.
Jazilul mengatakan, setelah proses yang begitu panjang dan berbelit, Ety akhirnya bisa bebas dari hukuman mati setelah Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan PKB, membayarkan diyat yang diminta keluarga majikan.
"Mulanya ahli waris majikannya meminta diyat sebesar 30 juta real atau Rp107 miliar agar diampuni dan tidak dieksekusi. Tapi setelah ditawar-tawar akhirnya dengan berbagai pendekatan akhirnya ahli warisnya bersedia dengan diyat sebesar Rp15,2 miliar. Cak Imin (Ketua Umum DPP PKB) yang memprakarsai penggalangan dana bersama LAZISNU, berkontribusi cukup banyak mencapai Rp12,5 miliar," tutur Jazilul Fawaid.
Lalu, Menaker Ida Fauziyah mengaku bersyukur Ety bisa kembali ke Tanah Air dengan selamat.
“Saya sebagai pemerintah ingin menyampaikan terima kasih atas dukungan partisipasi masyarakat, terutama dukungan keluarga besar NU melalui LAZISNU, yang banyak teman-teman Fraksi PKB,” katanya.
Menurut Ida, kasus Ety harus menjadi pelajaran ke depan bahwa jika memang orang tidak bersalah maka Allah SWT akan menunjukkan jalannya. Ida juga mengapresiasi kinerja dari perwakilan RI di Arab Saudi yang sudah melakukan advokasi sehingga Ety bisa dibebaskan dengan membayar diyat yang diambil atas dukungan seluruh masyarakat.
Diketahui, Ety Toyib Anwar divonis hukuman mati qishash berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan oleh Mahkamah Banding dengan nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui oleh Mahkamah Agung dengan No: 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.
Tiga bulan setelah Faisal Bin Said Abdullah Al Ghamdi meninggal dunia, seorang WNI bernama EMA atau Aminah (pekerja rumah tangga di rumah sang majikan) memberikan keterangan bahwa Etty Toyib telah membunuh majikan dengan cara meracun. Pembicaraan tersebut direkam oleh seorang keluarga majikan. Rekaman tersebut diperdengarkan oleh Penyidik saat mengintrogasi Ety Toyib Anwar pada Tanggal 16/1/2002 malam silam, yang mengakibatkan adanya pengakuan Etty Toyyib bahwa yang bersangkutan telah membunuh majikan.
Dalam proses pembebasannya, Pemerintah Indonesia dengan dukungan berbagai pihak akhirnya membebaskan Etty dari hukuman mati dengan patungan membayar uang denda sebesar Rp15,2 miliar. Kasus Etty sendiri terjadi sejak 2001 dan ia pun sudah menjalani masa penahanan selama 18 tahun.(tm)