Ilustrasi: Ambulan membawa pasien corona
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Gugurnya dr Boedhi Harsono menambah panjang catatan duka tenaga medis yang meninggal akibat virus corona (Covid-19) di Surabaya. Berdasarkan catatan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Surabaya, hingga kini sudah ada dua dokter di Kota Pahlawan yang menjadi korban virus tersebut.
Ketua IDI Surabaya dr Brahmana Askandar menyampaikan rasa duka yang mendalam atas kejadian itu. Ia pun memberikan sejumlah catatan khusus agar peristiwa memilukan tersebut tak kembali terulang.
Ia meminta agar pemerintah terus meningkatkan kapasitas rapid test dan tes swab, dengan mempermudah prosedur masyarakat untuk menjalaninya. Hal itu kata dia, berguna untuk mengidentifikasi pasien Covid-19.
"Harus diperluas, screening diperbaiki, kemudian tes dipermudah sehingga kita bisa membedakan dengan pasti mana yang Covid-19 mana yang bukan," kata Brahmana, kepada CNNIndonesia.com, Rabu (20/5).
Jika tes telah dilakukan secara masif, maka kerja tenaga medis bisa terbantu, sebab pasien yang telah terindikasi Covid-19 dan yang bukan akan terdeteksi dengan mudah saat konsultasi. Dengan demikian tenaga medis bisa langsung menentukan antisipasi yang harus dilakukan.
Hal itu, kata Brahmana lantaran ditemukan banyaknya pasien positif Covid-19 yang bahkan tak mengalami gejala klinis apapun, seperti batuk, sesak nafas ataupun demam.
"Yang Covid-19 bisa segera isolasi atau karantina mandiri. Tapi di kala kita masih kesulitan membedakan itu bisa berbaur antara yang Covid-19 dengan yang tidak. Apa lagi ada OTG (orang tanpa gejala) itu justru lebih banyak," ujarnya.
Sebab, jika hal tak dilakukan, maka akan makin sulit memetakan mana pasien Covid-19 dan mana yang bukan, hal itu akan menyebabkan risiko penularan terhadap tenaga medis akan makin besar.
Brahmana mengatakan, dokter bisa tertular dari mana saja, bahkan tak bertugas di ruang isolasi atau ruang perawatan insentif sekalipun. Bisa jadi, ia tak sengaja tertular saat berpapasan dengan orang tanpa gejala, di ruang tunggu rumah sakit, toilet atau tempat umum lainnya.
"Artinya ketularan bisa kemana pun kalau dokter, dari pasien bisa, penunggu pasien bisa, dari pengantar pasien bisa, mungkin pasien OTG mungkin sehat, yang nunggu di RS. Eksposnya banyak kalau tenaga medis," ujarnya.
Ia mencontohkan, salah satunya yang dialami oleh mendiang dr Boedhi Harsono. Brahmana mengatakan sebelum meninggal dr Boedhi diketahui sudah tak aktif lagi melakukan praktik, namun nyatanya ia dinyatakan positif Covid-19.
"Dokter Boedhi itu tidak bertugas di ruang isolasi dan di ruang intensif, tapi beliau positif Covid-19," katanya.
Sementara itu, selama sepekan terakhir, setidaknya ada tiga orang tenaga medis yang meninggal akibat infeksi Covid-19, satu di antaranya adalah dokter, dan dua lainnya merupakan perawat.
Yang pertama adalah seorang perawat Rumah Sakit (RS) Royal Surabaya, bernama Ari Puspita Sari, yang dinyatakan telah meninggal dunia pada Senin (18/5). Hal itu makin memilukan karena Ari wafat dalam keadaan mengandung.
Yang kedua adalah dr Boedhi Harsono, ia dikabarkan meninggal dunia akibat virus corona pada Senin (18/5) malam. Selain menderita Covid-19, Boedhi juga menderita penyakit sertaan lain.
Dan yang ketiga adalah, Suhartatik, seorang perawat di RSUD dr M Soewandhie. Ia meninggal karena Covid-19 pada Rabu (20/5) dini hari saat mendapatkan perawatan di RS Husada Utama, Surabaya.
Jauh sebelum itu, terdapat pula seorang dokter RSUD dr Soewandhie, dr Berkatnu Indrawan Jangkuk yang meninggal setelah terpapar virus corona. Ia meninggal pada 18 April lalu, setelah tertular corona dari pasien positif yang sempat tidak jujur saat diperiksa.
Kemudian ada juga perawat Rumah Sakit Siloam, Surabaya, Hastuti Yulistiorini. Ia wafat akibat terjangkit virus corona, Kamis (16/4) pagi. Padahal ia tak bertugas di ruang isolasi ataupun intensif.(tm)