Almarhum Joko Santoso saat menjabat Panglima TNI
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Ayahnya seorang guru SMA di Surakarta, Jawa Tengah. Hidupnya pun dijalani dengan kesederhanaan dan keprihatian.
Bagaimana tidak, pria bernama Djoko Santoso kelahiran 8 September 1952 itu harus lebih banyak mengalah pada adik-adiknya. Ia anak pertama dari sembilan bersaudara. Dengan gaji pensiunan guru, tentu sangat terbatas bagi sang ayah untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Namun, tekad Djoko untuk membantu keluarga begitu kuat. Ia jalani sekolah di SMA Negeri 1 Surakarta dengan tekun. Dia pun termasuk murid dengan prestasi menonjol di sekolahnya.
Lantaran tak ingin membebani orang tua, Djoko muda memutuskan untuk masuk Akademi Militer (Akmil) yang tidak memerlukan biaya. Ia kemudian lulus pada 1975 di usia 23 tahun. Karier militernya diawali sebagai danton di Kodam Bukit Barisan. Selebihnya, ia lebih banyak kerkecimpung di lingkungan Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Bidang lain yang banyak dilakoni adalah dunia intelijen. Ia memiliki kemampuan inelijen yang mumpuni. Namanya mulai banyak dilirik pimpinan saat dia menjadi Assospol Kodam Jaya pada 1995-1997, saat menjelang terjadi gerakan reformasi. Masukan dan pemikiran Djoko banyak diperhatikan.
Secara pasti, ia menapaki posisi penting. Pada 1997, Djoko menjadi komandan Korem 072/Pamungkas di Yogyakarta. Korem ini dianggap salah satu kawah penting agi calon petinggi TNI AD.
Sempat kembali ke Mabes TNI sebagai waassosospol kassospol dan kaster, ia lalu enjadi kepala staf Kodam Diponegoro pada 2000. Kemudian tak sampai setahun di Kostrad sebagai panglima divis infanteri, Djoko dipromosikan sebagai panglima Kodam Pattimura lalu pindah sebagai Pangdam Jaya (2003). Di sinilah namanya kian menjadi perhatian.
Setapak demi setapak, kariernya terus menanjak. Setahun sebagai pangdam Jaya, suami dari Angky Retno Yudianti ini diangkat sebagai wakil kepala staf TNI AD. Dua tahun kemudian, ayah dua anak ini menduduki jabatan kepala staf TNI AD.
Jabatan tertinggi di AD juga dijalani selama dua tahun (2005-2007). Djoko lalu menduduki posisi sebagai panglima TNI pada 2007 menggantikan Marsekal Djoko Suyanto. Jabatan itu diembannya hingga 2010 saat memasuki usia pensiun. Bisa jadi, dialah perwira paling lengkap dalam menduduki jenjang jabatan tinggi komando di AD, mulai dari pangdam, wakasad, kasad, dan panglima TNI (minus jabatan pangkostrad).
Sempat menjadi ketua umum Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI) tatkala menjadi kepala staf TNI AD, setelah pensiun Djoko lalu menjadi aktivis di Partai Gerindra mulau 2015. Ia menduduki wakil ketua Dewan Pembina Grindra di bawah Prabowo Subianto dan ketua Tim Kampanye Prabowo-Sandi 2019.
Djoko meninggal pada hari ini (10/5) di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto, Jakarta, setelah enam hari lalu menjalani operasi akibat pendarahan di otak. Innalillahi wa innailaihi rajiun. Selamat jalan, Jenderal. (tm)