Wah...Pemerintah Tak Bayar THR Eselon I dan II

Selasa, 14 April 2020

Ilistrasi: Aparatur Sipil Negara/Pegawai Negeri Sipil

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA-  Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan hanya membayar Tunjangan Hari Raya (THR) untuk seluruh PNS, TNI, dan Polri dari posisi terbawah hingga eselon 3.

Keputusan itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia mengumumkan eselon 3 dan ke bawah akan mendapatkan THR yang berasal dari perhitungan gaji pokok dan tunjangan yang sudah ada.

"Tidak termasuk tunjangan kinerja. Pensiun (pensiunan PNS) pun tetap mendapatkan THR sesuai dengan tahun lalu karena termasuk kelompok yang rentan juga," ujar Ani, panggilan akrabnya, Selasa (14/4).

Bendahara negara tersebut menambahkan THR akan dibayarkan sesuai dengan siklusnya, yakni jelang lebaran.

"Saat ini, sedang proses revisi Peraturan Presiden sesuai dengan Instruksi Presiden, eselon 1-2 tidak dibayarkan THR," tegas Ani.

Selain itu, abdi negara yang setara dengan eselon 3 ke bawah juga akan mendapatkan THR. Namun, jajaran presiden, wakil presiden, menteri, wakil menteri, DPR, MPR, DPD dan kepala daerah tidak mendapatkan THR.

Sebelumnya, bendahara negara sempat menyatakan kepada publik bahwa Jokowi meminta agar pemberian THR dan gaji ke-13 dikaji. Sebab, penanganan wabah virus corona telah memaksa pemerintah untuk menyesuaikan postur penerimaan dan belanja negara.

"Dengan penerimaan turun, di sisi lain belanja tertekan. Masih membahas langkah-langkah. Kami bersama Presiden minta buat kajian pembayaran THR dan gaji ke-13, apakah perlu dipertimbangkan lagi, mengingat beban negara meningkat," katanya, kemarin.

Sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2020, postur penerimaan dipangkas mencapai 21,1 persen, yaitu dari Rp2.233,2 triliun menjadi Rp1.760,88 triliun.


Kemudian, belanja negara turun 2,88 persen dari Rp2.540,4 triliun menjadi Rp2.613,81 triliun.

Lalu, pembiayaan anggaran membengkak 180,9 persen dari Rp307,2 triliun menjadi Rp862,93 triliun. Kondisi ini membuat defisit anggaran yang semula diasumsikan hanya 1,76 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) kini meningkat menjadi 5,07 persen dari PDB.(tm)