Duterte Berlakukan Lockdown COVID-19 Melanggar, Tembak Mati

Kamis, 02 April 2020

Presiden Filipina Rodrigo Roa Duterte. Foto/REUTERS/File Photo

TRANSKEPRI.COM. MANILA - Presiden Filipina Rodrigo Duterte membelakukan lockdown selama sebulan di pulau Luzon untuk menghentikan penyebaran virus corona baru, COVID-19. Dia memerintahkan polisi dan militer untuk menembak mati siapa pun yang melanggar aturan lockdown.

"Biarkan ini menjadi peringatan bagi semua. Ikuti pemerintah saat ini karena sangat penting bahwa kita memiliki perintah," katanya dalam pidato nasional yang disiarkan stasiun televisi setempat pada Rabu tengah malam.

"Dan jangan membahayakan pekerja medis, para dokter...karena itu adalah kejahatan serius. Perintah saya kepada polisi dan militer, jika ada yang membuat masalah, dan hidup mereka dalam bahaya; tembak mati mereka!," ujarnya, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (2/4/2020).

Peringatan keras Duterte muncul setelah para warga di sebuah daerah kumuh di Kota Quezon Manila melakukan protes di sepanjang jalan raya dekat rumah-rumah mereka. Para warga mengklaim belum menerima bantuan paket makanan dan pasokan lainnya sejak lockdown dimulai lebih dari dua minggu lalu.

Petugas keamanan desa dan polisi telah mendesak para warga untuk kembali ke rumah mereka. Namun, seruan itu ditolak. Polisi membubarkan demo dan menangkap 20 orang.

Otoritas kesehatan di Filipina telah melaporkan 2.311 kasus COVID-19 dengan 96 orang di antaranya telah meninggal. Sejauh ini sudah 50 pasien berhasil disembuhkan.

Jocy Lopez, 47, yang memimpin demo warga, mengatakan mereka dipaksa untuk menggelar protes karena mereka tidak memiliki makanan akibat lockdown.

"Kami di sini untuk meminta bantuan karena kelaparan. Kami belum diberi makanan, beras, bahan makanan atau uang tunai. Kami tidak punya pekerjaan. Kepada siapa kami berpaling," katanya sebelum ditangkap polisi.

Kelompok-kelompok aktivis mengecam penangkapan itu dan mendesak pemerintah untuk mempercepat penyaluran bantuan uang tunai yang dijanjikan di bawah program perlindungan sosial senilai 200 miliar peso (USD4 miliar) untuk membantu keluarga miskin dan mereka yang kehilangan pekerjaan akibat lockdown.

"Menggunakan kekuatan berlebihan dan penahanan tidak akan memadamkan perut kosong orang Filipina yang, sampai hari ini, tetap belum merima bantuan uang tunai," kata kelompok pembela hak-hak perempuan, Gabriela.

Kelompok warga lain mengadakan pertemuan umum untuk menuntut pembebasan mereka yang ditahan. Massa memegang poster yang bertuliskan "tes massal, bukan penangkapan massal".

Wilayah utama Filipina utara, Luzon, adalah rumah bagi lebih dari 50 juta orang dan di-lockdown selama sebulan. (ssb)