DPRD Soroti Kebocoran PAD Parkir Tepi Jalan di Batam, Usulkan Moratorium Sementara

Selasa, 01 Juli 2025

Anggota Komisi I DPRD Batam, Muhammad Mustofa. (ist)

TRANSKEPRI.COM.BATAM- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam menyoroti serius dugaan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor retribusi parkir tepi jalan. Dari 985 titik parkir yang tersebar di seluruh penjuru kota, realisasi pendapatan pada tahun 2024 baru mencapai sekitar 38 hingga 40 persen dari target yang ditetapkan.

Anggota Komisi I DPRD Batam, Muhammad Mustofa, menyampaikan bahwa hingga 1 Juli 2024, pendapatan dari retribusi parkir baru menyentuh angka Rp11 miliar. Padahal, target yang dipasang pemerintah mencapai Rp70 miliar. Temuan ini memunculkan dugaan adanya kebocoran serius di lapangan.

“Artinya, ada kebocoran pendapatan. Ini tidak bisa dibiarkan,” ujar Mustofa saat ditemui, Selasa (1/7/2024).

Mustofa mengungkapkan bahwa pola pengelolaan parkir antara juru parkir (jukir) dan Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Batam tidak berjalan sebagaimana mestinya. Ia menduga ada pihak ketiga yang bermain di antara hubungan tersebut, sehingga sebagian besar retribusi yang dipungut dari masyarakat tidak mengalir ke kas daerah.

“Jukir itu harusnya langsung ke koordinator Dishub, tapi ternyata ada pihak ketiga di tengah ini. Kami menduga kebocorannya ada di situ,” katanya.

Untuk itu, Komisi I DPRD telah melakukan koordinasi dengan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri serta Biro Hukum Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Hasil diskusi itu mengarah pada perlunya perubahan sistem pengelolaan parkir secara menyeluruh dan terukur.

“Kalau hanya mengganti kepala dinas saja, tidak akan menyelesaikan masalah. Harus ada keberanian dari kepala daerah untuk membenahi sistem secara total,” tegasnya.

Salah satu langkah konkret yang diusulkan DPRD adalah moratorium atau penghentian sementara pungutan parkir selama dua bulan, guna memberi ruang bagi reformasi sistem parkir.

Mustofa menambahkan, jika target Rp70 miliar dinilai tidak realistis, maka perlu disepakati target baru yang lebih sesuai dengan kemampuan pengelolaan saat ini, misalnya Rp30 miliar.

“Kita sesuaikan dengan sistem yang lebih akuntabel dan realistis. Yang penting PAD masuk ke kas daerah, bukan ke kantong pribadi oknum tertentu,” ujarnya. (san)