Dampak Defisit dan Efisiensi Anggaran, Pemkab Anambas Terapkan Kebijakan Penyeimbangan Keuangan

Selasa, 13 Mei 2025

Wakil Bupati Anambas, Raja Bayu Febri Gunadian, SE. (ist)

TRANSKEPRI.COM.ANAMBAS-  Di tengah ketidakpastian fiskal yang melanda berbagai daerah di Indonesia, Kabupaten Kepulauan Anambas menjadi salah satu wilayah yang terdampak. Kabupaten termuda di Provinsi Kepulauan Riau ini kini tengah berjibaku menjaga stabilitas keuangan daerah akibat tidak terealisasinya alokasi dana transfer pusat pada penghujung tahun 2024 lalu.

Wakil Bupati Kepulauan Anambas, Raja Bayu Febri Gunadian, SE, mengungkapkan bahwa kondisi ini menjadi tantangan berat bagi pemerintah daerah. “Kami harus menghadapi situasi yang tidak mudah. Dana transfer yang selama ini menjadi penyangga utama kegiatan daerah, urung ditransfer tepat waktu. Ini berdampak langsung pada kemampuan daerah memenuhi berbagai kewajiban,” ujar Raja Bayu, Selasa (13/5/2025).

Kondisi ini, lanjut mantan legislator tiga periode dari Partai Golkar tersebut, memaksa Pemerintah Kabupaten berutang hingga mencapai Rp93 miliar untuk menutup kebutuhan yang sudah terlanjur direncanakan. “Bayangkan saja, ini bukan jumlah yang kecil. Kami harus segera mengambil langkah cepat agar keuangan daerah tetap terkendali,” katanya.

Sebagai catatan, tekanan fiskal yang dihadapi Anambas tidak berdiri sendiri. Pemerintah Pusat pada awal tahun 2025 mengumumkan kebijakan pemotongan anggaran secara nasional, dalam rangka efisiensi dan realokasi anggaran untuk mendukung program prioritas nasional. Kebijakan ini pun turut menyentuh wilayah-wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal), termasuk Kepulauan Anambas.

“Dengan tingkat ketergantungan fiskal kami yang tinggi terhadap dana pusat, kebijakan tersebut memukul kami secara langsung,” ujar Raja Bayu. Ia menjelaskan bahwa Dana Alokasi Umum (DAU) yang diterima tahun ini nilainya jauh berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya, dana yang tersedia hanya cukup untuk membayar gaji ASN, Alokasi Dana Desa, dan kebutuhan operasional minimum kantor pemerintahan.

Kondisi ini menciptakan efek domino yang luar biasa besar. Banyak program pembangunan dan pelayanan masyarakat tidak bisa segera dijalankan. Bahkan, pembayaran Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) bagi ASN sejak Januari hingga April 2025 pun belum dapat direalisasikan.

“Kita harus jujur menyampaikan bahwa belum cairnya TPP selama lebih dari empat bulan berdampak besar pada roda perekonomian lokal. ASN dan keluarganya adalah penggerak konsumsi di daerah ini. Ketika daya beli mereka melemah, pasar-pasar pun ikut lesu,” tambah suami dari Kustiorini, SE, MH tersebut.

Ia menggambarkan situasi terkini di lapangan. Di sejumlah desa, aktivitas ekonomi melambat tajam. Para pelaku UMKM, pedagang pasar, penjual ikan, sayur, bahkan tukang ojek merasakan penurunan omzet. Tak sedikit warung dan pedagang kecil yang terpaksa mengurangi stok dagangan karena minimnya permintaan.

“Biasanya pasar ramai di awal bulan, sekarang banyak yang sepi. Bahkan, ada yang memilih tidak buka karena tidak ada pembeli. Ini nyata, dan harus kami hadapi dengan kepala dingin dan kerja keras,” ungkap Raja Bayu.

Dalam situasi darurat fiskal ini, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas memilih untuk mengambil langkah-langkah strategis. Penghematan anggaran menjadi kata kunci. “Kami bersama Bupati telah mengambil keputusan penting untuk melakukan rasionalisasi belanja,” jelasnya.

Penghematan itu tidak hanya menyasar kegiatan operasional seperti perjalanan dinas, biaya rapat, dan seremoni, tapi juga menyentuh program-program yang dianggap kurang relevan atau tidak berdampak langsung bagi masyarakat. “Belanja wajib seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar tetap kami jaga agar tidak terganggu,” tegasnya.

Lebih lanjut, Pemkab Anambas memperkuat sistem pengawasan dan perencanaan anggaran melalui optimalisasi Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD). Setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diwajibkan menyusun program berbasis hasil (outcome-oriented), dan melakukan evaluasi secara berkala.

“Efisiensi ini bukan semata soal pemangkasan. Tapi bagaimana membentuk tata kelola keuangan yang lebih bijak, transparan, dan berdampak nyata,” tuturnya.

Selain menekan belanja, pemerintah juga fokus pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Upaya pendataan aset yang selama ini terbengkalai mulai digiatkan, dan sejumlah kerja sama dengan pihak swasta mulai dijajaki, terutama dalam pengembangan potensi ekonomi maritim.

“Ini penting. Kita tidak boleh terus bergantung pada pusat. Harus mulai bangun kemandirian ekonomi daerah. Kita punya laut, pariwisata, potensi maritim yang bisa dikembangkan bersama pihak swasta,” katanya penuh optimisme.

Meskipun kondisi yang dihadapi saat ini tidaklah mudah, Raja Bayu meyakini bahwa kebijakan efisiensi ini adalah langkah tepat untuk menyelamatkan keuangan daerah. “Ini bukan sekadar strategi bertahan, tapi juga pondasi menuju kemandirian fiskal di masa depan,” ujarnya.

Ia berharap pemerintah pusat lebih peka terhadap kondisi daerah-daerah 3T seperti Anambas, dan ke depan bisa memberi afirmasi kebijakan yang memperkuat fiskal lokal. “Jika hal itu bisa dilakukan, maka penghematan saat ini bukan sekadar respons terhadap krisis, tapi pijakan untuk membangun tata kelola keuangan yang lebih efektif, mandiri, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat,” pungkasnya. (*)


 


 


 

Apakah Anda ingin saya bantu menyiapkan versi cetak atau file dokumen berita ini dalam format Word atau PDF?