Pemerintah Kabupaten Lingga telah lama berupaya melestarikan kebaya labuh, salah satu warisan budaya khas Melayu. (ist)
TRANSKEPRI.COM.LINGGA- Sidang ke-19 Intangible Cultural Heritage (ICH) UNESCO pada 4 Desember 2024 di AsunciĆ³n, Paraguay, menjadi momen bersejarah ketika kebaya resmi masuk daftar representatif Warisan Budaya Tak Benda Kemanusiaan. Pengakuan ini merupakan hasil nominasi bersama oleh lima negara Asia Tenggara: Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand.
Sejalan dengan penetapan tersebut, Pemerintah Kabupaten Lingga telah lama berupaya melestarikan kebaya labuh, salah satu warisan budaya khas Melayu. Upaya ini diwujudkan dengan mengajukan kebaya labuh sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) ke Dinas Kebudayaan Provinsi Kepulauan Riau dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah IV Kepri. Pada 7 Desember 2021, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI menetapkan kebaya labuh sebagai WBTB Indonesia asal Kepulauan Riau.
Pengakuan tersebut diperkuat dengan pencatatan di Pusat Data Nasional Kekayaan Intelektual Komunal (KIK) oleh Kementerian Hukum dan HAM, yang memastikan bahwa kebaya labuh Kabupaten Lingga telah terdokumentasi secara resmi.
Sebagai langkah nyata pelestarian, Pemerintah Kabupaten Lingga mengeluarkan Surat Edaran BKPSDM Nomor 800.1.12.5/BKPSDM-PKAP/VIII/2024/347.a. Surat ini menginstruksikan seluruh ASN, PTT, dan THL wanita di Lingga untuk mengenakan kebaya labuh pada Jumat terakhir setiap bulan.
Selain itu, Disperindag dan Dekranasda Lingga, bekerja sama dengan Bank Indonesia serta stakeholder lainnya, terus mendorong pelestarian kebaya labuh melalui berbagai kegiatan. Salah satunya adalah lomba fashion show kebaya labuh yang digelar di Implasmen Timah, Dabo Singkep, pada 19 Agustus 2024. Acara ini berhasil menarik antusiasme masyarakat dengan jumlah penonton yang membludak.
Dengan pengakuan UNESCO ini, Kabupaten Lingga semakin berkomitmen melestarikan kebaya labuh sebagai bagian dari identitas budaya Melayu. (*)