Singapore. (net)
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut kemungkinan besar COVID-19 varian KP.1 dan KP.2 yang memicu lonjakan kasus di Singapura juga ditemukan di Tanah Air. Pasalnya, intensitas perjalanan masyarakat dengan negara tetangga tersebut tergolong tinggi.
"Singapura tetangga dan trafiknya antara Singapura dan Indonesia juga cukup tinggi. Saya rasa, sih, pasti akan masuk ke Indonesia yang [varian] KP, ya," kata Budi kepada wartawan di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta, Selasa (21/5/2024).
Meski begitu, Menkes Budi meminta masyarakat tidak perlu khawatir lantaran ancaman lonjakan kasus tidak dibarengi dengan perburukan gejala pada pasien COVID-19. Tren kasus rawat inap di Singapura dan angka kematian akibat Corona masih relatif rendah jika dibandingkan dengan gelombang sebelumnya.
Begitu pula dengan karakteristik penularan COVID-19 varian KP.1 dan KP.2. Diklaim masih terbilang rendah.
"Cuman hasil yang sudah saya review (tinjau), varian dari KP ini transmissibility-nya sama security-nya, seberapa cepat dia bisa menularkan, dan seberapa fatal dia bisa mematikan itu relatif juga sangat rendah," tutur Budi.
"Nah, jadi harusnya, sih, tidak terlalu dikhawatirkan. Terutama, kan, populasi kita sudah banyak yang divaksin," sambungnya.
Masyarakat perlu waspada bila mengeluhkan gejala berkepanjangan yang tidak kunjung mereda, terkait dengan COVID-19. Bila keluhan tak juga membaik, sempatkanlah waktu beristirahat sementara waktu.
Dua gejala khas COVID-19 yang masih banyak ditemukan hingga saat ini adalah batuk dan demam.
"Nggak perlu terlalu panik, yang penting itu kalau ada demam-demam, batuk-batuk, ya langsung tes PCR atau rapid aja. Kalau [hasilnya] positif, ya, istirahat," imbaunya.
Varian baru Covid-19, yakni KP.1 dan KP.2 disebut menyumbang lebih dari dua pertiga kasus di Negeri Singa. Pada 16 Mei, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) mengatakan bahwa meskipun KP.2 adalah varian utama, penyakit ini tidak menyebabkan gejala parah dibandingkan varian lainnya.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Singapura (MOH) juga menyebut bahwa saat ini tidak ada indikasi KP.1 dan KP.2 lebih mudah menular atau menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan varian lain yang beredar.
Namun, ahli virologi di Universitas Columbia Dr David Ho, menjelaskan ada sedikit perbedaan pada spike protein KP.2 mungkin membuatnya lebih mampu lolos dari kekebalan tubuh manusia dan sedikit lebih menular dibandingkan JN.1.
Dr Ho juga menyebut kemungkinan KP.2 dapat menginfeksi orang yang menerima vaksin terbaru. Sebab, suntikan tersebut menargetkan XBB.1.5, varian yang berbeda dari JN.1.
"Mereka tentu saja dapat menghindari kekebalan yang diberikan oleh vaksinasi sebelumnya... atau infeksi sebelumnya sebelum JN.1," kata pakar penyakit menular di Rophi Clinic di Singapura, Dr Leong Hoe Nam. (*)