Tiga hakim MK dissenting opinion terhadap putusan lima hakim yang menolak gugatan Pilpres 2024 oleh Anies dan Ganjar.
TRANSKEPRI.COM. JAKARTA - Tiga Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) mengutarakan dissenting opinion mereka terhadap putusan yang menolak gugatan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Mereka punya pendapat berbeda dari lima hakim lainnya yang menyatakan bahwa gugatan sengketa Pilpres 2024 yang diajukan AMIN dan Ganjar-Mahfud tidak bisa dibuktikan.
Lantas, apa yang dimaksud dengan dissenting opinion?
Berdasarkan artikel ilmiah yang di tulis oleh Hakim Pengadilan Agama Kwadang, Arsya Nurul Huda berjudul 'Kedudukan Dissenting Opinion' yang dikutip di laman resmi Badilag MA, dissenting opinion merupakan situasi dimana terjadinya perbedaan atau pemahaman yang menyangkut perbedaan pendapat antar hakim mengenai perkara yang sedang ditanganinya.
Dissenting opinion juga diartikan sebagai pendapat seorang hakim atau lebih yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap keputusan mayoritas hakim dalam majelis hakim yang mengambil keputusan dalam persidangan.
Pendapat ini akan tetap dimasukkan dalam keputusan.
Namun perbedaan pendapat tersebut tidak akan menjadi acuan yang mengikat dan tetap akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah putusan.
Ketentuan tentang dissenting opinion dalam sistem hukum Indonesia didasarkan pada ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman) yaitu:
1. Putusan diambil berdasarkan sidang permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia.
2. Dalam sidang permusyawaratan, setiap hakim wajib menyampaikan pertimbangan atau pendapat tertulis terhadap perkara yang sedang diperiksa dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari putusan.
3. Dalam hal sidang permusyawaratan tidak dapat dicapai mufakat bulat, pendapat hakim yang berbeda wajib dimuat dalam putusan.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sidang permusyawaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung.
Sebelumnya, MK telah menolak gugatan hasil sengketa Pilpres 2024 yang diajukan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam sidang putusan yang digelar hari ini.
MK menyatakan dalil kecurangan yang diajukan para penggugat tidak bisa dibuktikan. Meski begitu, tiga hakim menyatakan memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.
Sebelumnya, ada tiga hakim menyatakan memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion terhadap putusan lima hakim MK yang menolak gugatan Anies dan Ganjar.
"Terdapat putusan Mahkamah Konstitusi a quo, terdapat pendapat berbeda (dissenting opinion) dari tiga orang Hakim Konstitusi, yaitu Hakim Konstitusi Saldi Isra, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat," kata Ketua MK Suhartoyo.
Terdapat sejumlah poin yang disampaikan ketiga hakim itu dalam dissenting opinion-nya. Di antaranya, Saldi menilai pembagian bansos menjelang Pemilu memiliki korelasi dengan kepentingan elektoral.
Saldi menyoroti asas jujur dan adil dalam pelaksanaan Pilpres 2024. Menurutnya, Pilpres 2024 bisa saja sudah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ada. Namun, belum tentu menjamin Pilpres berjalan secara jujur. Dia pun menyinggung preseden pada era orde baru.
Lalu, Arief menilai Pilpres 2024 berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya. Dia menyebut ada dugaan intervensi yang kuat dari sentral cabang kekuasaan eksekutif di pilpres kali ini.
Selain itu, Arief menilai pemerintah telah melakukan pelanggaran Pemilu secara terstruktur dan sistematis dalam Pilpres 2024.
Menurut Arief, hal yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi dengan segenap struktur politik kementerian dan lembaga dari tingkat pusat hingga level daerah telah bertindak partisan dan memihak calon pasangan tertentu.
Sementara itu, Enny menilai meyakini telah terjadi ketidaknetralan pejabat yang sebagian berkelindan dengan pemberian bansos yang terjadi pada beberapa daerah.
Karenanya, Enny mengatakan seharusnya MK memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang untuk beberapa daerah itu. Hal itu dilakukan untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.