Kajati Kepri Dr. Rudi Margono, bersama-sama jajaran Kejari Tanjungpinang dan Lingga saat expos perkara dengan JAM-Pidum Kejagung secara virtual, Selasa (30/1) ist
TRANSKEPRI.COM, TANJUNGPINANG - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI (JAM-Pidum Kejagung) menyetujui permohonan 2 (dua) perkara pidana umum (Pidum) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Tanjunpinang dan Kabupaten Lingga, untuk diterapkan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif Justice (RJ), Selasa (30/1/2024)
Upaya RJ dua perkara Pidum dimaksud dilakukan setelah adanya expose yang dipimpin Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau (Kajati Kepri) Dr. Rudi Margono, didampingi Wakajati Kepri Rini Hartatie, Aspidum Bayu Pramesti, Kasi Oharda, Kasi Teroris dan Lintas Negara Kejati Kepri, bersama-sama dengan Kajari Tanjungpinang Lanna Wanike Pasaribu,, Kasi Pidum Kejari Tanjungpinang, Novriansyah, Kajari Lingga Rizal Edison, dan Kasi Pidumnya.
Pelaksanakan expose terhadap perkara pidana tersebut juga disaksikan jajaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI yang diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (OHARDA) pada JAM-Pidum Kejagung, Nanang Ibrahim Soleh, melalui sarana virtual.
Adapun RJ perkara Pidum dari Kejari
Tanjungpinang terhadap 1 (satu) perkara Tindak Pidana Orang dan Harta Benda (Oharda) yaitu atas nama;Tersangka Muhammad Sandi Irwansyah Bin Sudi dalam perkara Penggelapan dalam jabatan jo perbuatan perlanjut melanggar Pasal 374 Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara dari Kejari Lingga terhadap 1 (satu) perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) atas nama Tersangka M. Ali alias Ismail (Alm) dalam perkara Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 atau Pasal 351 ayat (1) KUHP.
Permohonan pengajuan terhadap 2 (dua) perkara dimaksud dengan alasan dan pertimbangan menurut hukum terhadap pemberian Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif yang telah memenuhi semua persyaratan yakni :
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, kemudian Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana serta Ancaman pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun.
Kemudian adanya Kesepakatan perdamaian dilaksanakan tanpa syarat dimana ke dua belah pihak sudah saling memaafkan dan Tersangka berjanji tidak mengulangi perbuatannya dan korban tidak ingin perkaranya dilanjutkan ke persidangan;
Pertimbangan Sosiologis;
Masyarakat merespon positif Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Menurut ketentuan peraturan perUndang-undangan dengan segera Kepala Kejaksaan Negeri Tanjungpinang dan Kepala Kejaksaan Negeri Lingga untuk segera memproses penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) yang berdasarkan Keadilan Restoratif Justice sebagai perwujudan kepastian hukum dan kemanfaatan hukum.
Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Kejati Kepri melakukan penyelesaian perkara tindak pidana dengan mengedepankan keadilan restoratif yang menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan keseimbangan perlindungan, kepentingan korban, maupun pelaku tindak pidana yang tidak berorientasi pada pembalasan, merupakan suatu kebutuhan hukum masyarakat dan sebuah mekanisme yang harus dibangun dalam pelaksanaan kewenangan penuntutan dan pembaharuan sistem peradilan dengan memperhatikan azas peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan, dalam rangka menciptakan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat.
Melalui kebijakan Restorative Justice ini, diharapkan tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan, meskipun demikian perlu juga untuk digaris bawahi bahwa keadilan restoratif bukan berarti memberikan ruang pengampunan bagi pelaku pidana untuk mengulangi perbuatan pidana. (fn)