Singapore. (net)
TRANSKEPRI.COM.SINGAPORE- Singapura diprediksi bakal menghadapi cuaca sangat panas melebihi 35 derajat Celcius di akhir abad ini. Bahkan, cuaca panas tersebut disebut bakal berlangsung selama 351 hari dalam setahun.
Negara ini juga disebut-sebut bakal menghadapi musim kemarau lebih sering dan berkepanjangan. Pusat Penelitian Iklim Singapura (CCRS), mengeluarkan laporan pada Jumat (5/1/2024) mengenai temuan dari studi perubahan iklim nasional ketiga, yang juga dikenal sebagai V3.
Pusat tersebut, yang berada di bawah Badan Meteorologi Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura, terakhir kali mengeluarkan proyeksi pada 2015, dalam laporan V2-nya.
Dalam skenario terburuk, pada 2100, Singapura hanya mempunyai 14 hari dalam setahun ketika suhu turun di bawah 35 derajat Celcius.
Prospeknya juga cukup buruk dalam waktu dekat. Pada pertengahan abad ini, Singapura akan mengalami 47 hingga 189 hari sangat panas, lebih dari dua kali lipat rata-rata suhu normal saat ini.
Pada 2050, suhu rata-rata harian juga dapat meningkat antara 0,6 derajat Celcius dan 2,2 derajat Celcius, bergantung pada apakah dunia dapat mengurangi emisi karbon atau terus membakar lebih banyak bahan bakar fosil.
Hal ini akan menyebabkan suhu pada pertengahan abad mencapai antara 28,5 derajat Celcius dan 30,1 derajat Celcius, dari rata-rata saat ini sebesar 27,9 derajat Celcius.
Pada akhir abad ini, rata-rata suhu harian bisa meningkat antara 0,6 derajat Celcius dan 5 derajat Celcius, prediksi studi tersebut. Artinya, di tahun 2100 suhu rata-rata harian Singapura masa depan akan berkisar antara 28,5 derajat Celcius dan 32,9 derajat Celcius, naik dari suhu rata-rata harian saat ini yaitu 27,9 derajat Celcius.
Secara historis, musim kemarau dalam satu tahun bisa menjadi lebih kering, sementara curah hujan harian yang ekstrem diperkirakan akan meningkat di semua musim, misalnya sekitar 6 hingga 92 persen pada bulan-bulan antar musim di bulan April dan Mei.
Sementara itu, curah hujan musiman pada bulan-bulan kering di bulan Juni, Juli, dan Agustus dapat turun secara signifikan di bawah angka terendah dalam sejarah yaitu 314 mm, yang tercatat pada tahun 1997, sekitar sekali setiap tiga tahun, pada tahun 2100.
Studi tersebut juga memproyeksikan bahwa rata-rata permukaan air laut akan naik antara 0,23m dan 1,15m pada tahun 2100 dan hingga sekitar 2m pada tahun 2150, tergantung pada apakah dan seberapa besar dunia dapat mengurangi emisi karbon.
Dalam skenario terburuk, kecepatan angin dapat meningkat hingga 20 persen selama musim hujan, dan hingga 11 persen pada bulan-bulan antar musim hujan di bulan April dan Mei.
"Pemerintah harus mempertimbangkan berbagai kemungkinan dampak iklim, termasuk jalur emisi tinggi, dalam rencana adaptasi Singapura untuk memastikan bahwa kita tetap berketahanan iklim," kata para ahli dalam laporan studi tersebut, dikutip dari Channel News Asia, Minggu (7/1/2024). (dtc)