Ketua Dewan Pimpinan Cabang GMNI Batam, Diki Candra. (dok)
TRANSKEPRI.COM.BATAM- Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Batam menyebut Puluhan miliar rupiah keuangan daerah di kas pemerintah Provinsi Kepri bocor dan diduga disalahgunakan oleh Sekretariat DPRD Provinsi Kepri untuk membayar gaji pegawai honorer atau tenaga harian lepas (THL) fiktif.
Katanya, anggaran ini untuk membayar 200an orang yang tidak pernah bekerja di DPRD Kepri termasuk BPJS kesehatan dan BPJS Tenaga Kerja tanpa sepengetahuan mereka. Ironisnya, masyarakat yang menjadi korban tidak pernah menerima gaji bahkan fasilitas asuransi tersebut karena mereka tidak pernah bekerja sebagai THL.
Berdasarkan hasil hitungan sementara Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Batam, negara dirugikan akibat kongkalikong antara pejabat Pemprov Kepri dengan pihak Sekretariat DPRD Kepri ini capai Rp26,6 miliar.
Angka ini bisa bertambah karena sesuai hasil penyelidikan dan rilis Polda Kepri, total tenaga honorer di Setwan Kepri sebanyak 605 orang.
Nilai kerugian ini kata Ketua Dewan Pimpinan Cabang GMNI Batam Diki Candra, dihitung berdasarkan asumsi besaran gaji THL di Pemprov Kepri per bulannya sebesar Rp3,7 juta.
"Kasus honorer fiktif di Setwan Kepri ini sudah terjadi sejak tahun 2021 sampai 2023. Jadi kami hitung per bulan ada Rp740juta dikeluarkan dari kas daerah. Dalam setahun Rp8,8 miliar dibayarkan tidak tepat sasaran," ujar Diki.
"Jadi kami minta aliran dana honorer fiktif ini juga dibuka ke publik," ujar Diki.
GMNI mengaku miris dengan kasus ini karena dari banyaknya honorer tersebut, mayoritas adalah titipan para pejabat. Bahkan para pejabat pemprov Kepri juga memperkerjakan orang untuk menjadi supir pribadi, asisten rumah tangga dan keperluan lainnya tapi gaji mereka dibayar dengan APBD.
"Supir pribadi, asisten rumah tangga bahkan tercatat sebagai honorer di Setwan Kepri. Ini miris sekali. Pejabat pemprov menggarong duir rakyat untuk kepentingan pribadi," ujarnya ketus.
GMNI berharap, Polda Kepri segera menaikan status penyelidikan kasus honorer fiktif ini ke penyidikan dan penetapan tersangka.
"Kami minta kepada Direskrimsus Polda Kepri yang baru dilantik agar percepat kasus ini agar tidak menimbulkan polemik berkepanjangan di publik," pungkasnya. (tim)