Ketua Cabang GMNI Batam, Diki Candra. (ist)
TRANSKEPRI.COM.BATAM- Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Batam terus kawal proses penyelidikan dugaan kasus honorer fiktif di Sekretariat DPRD Provinsi Kepri sejak tahun 2021 - 2023.
Menurut Ketua Cabang GMNI Batam, Diki Candra, setelah Gubernur Kepri Ansar Ahmad diperiksa penyidik Sabtu lalu, pihaknya menduga kasus yang merugikan keuangan daerah puluhan miliar rupiah itu melibatkan banyak pejabat Pemprov Kepri.
"Kami (GMNI) mulai investigasi dan menduga banyak pejabat Pemprov Kepri terlibat dengan modus mempekerjakan orang untuk kepentingan pribadi dan keluarga tapi gajinya dibayar pakai APBD. Jadi hanya nama mereka yang digunakan," ujar Diki, Rabu, (20/12/23).
Honorer fiktif itu juga menurutnya adalah bawaan atau titipan pejabat dan anggota DPRD sendiri. Mereka umumnya bekerja sebagai supir pribadi maupun asisten rumah tangga.
"Bahkan informasinya ada pengusaha kedai kopi jadi honorer tapi tak pernah masuk kantor atau kerja," kata alumni Unrika Batam ini.
Catatan GMNI Batam sesuai pernyataan Direskrimsus Polda Kepri Kombes Nasriadi, total honorer fiktif itu hingga 605 orang sejak tahun 2021. Jika gaji mereka setara UMP Kepri rata-rata Rp3 juta maka potensi kerugian negara hingga puluhan juta.
"Ini kasus besar yang perlu mendapat atensi aparat penegak hukum. Kami juga berharap kasus ini menjadi pintu masuk APH untuk menyelidiki kasus-kasus lain di pemprov Kepri," ujar ketua GMNI.
Salah satunya kata dia adalah dugaan kasus publikasi di Dinas Komunikasi dan Informasi Provinsi Kepri yang pernah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Kepri. Selain itu proyek reklamasi Taman Gurindam 12 yang menelan anggaran sangat banyak dalam bentuk proyek multi years.
Khusus untuk kasis honorer fiktif, GMNI minta kepolisian ikut menyelidiki aliran dana korupsinya.
"Hal penting lainnya adalah penelusuran aliran dana kasus honorer fiktif ini. Agar kasusnya terang benderang apalagi Gubernur Ansar Ahmad bahkan terseret dalam pusarannya," imbuh Diki.
GMNI juga menilai dengan telah diperiksanya gubernur, maka ini menjadi bukti bahwa sistem pengendalian internal di pemprov sangat lemah. "Jadi kami duga semacam ada pembiaran maka gubernur harus ikut bertanggung jawab dalam kasus ini," tegasnya. (ridho)