Tersangka pengiriman PMI ilegal. (humaspolrestabarelang)
TRANSKEPRI.COM.BATAM- Jajaran Polresta Barelang berhasil menggagalkan pengiriman calon pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan diberangkatkan ke Malaysia secara ilegal melalui Pelabuhan Internasional Batam Centre.
Polisi mengamankan dua Laki-laki yang diduga tersangka, berinisial R (44) dan ISP (35), dengan memiliki peran yang berbeda.
Kasat Reskrim Polresta Barelang, Kompol Budi Hartono, mengatakan, pengungkapan ini berdasarkan informasi yang didapat dari masyarakat, bahwa akan ada pengiriman PMI di Pelabuhan Internasional Batam Centre.
TERSANGKA pengiriman PMI ilegal. (humaspolrestabarelang).
Berdasarkan informasi itu, pihaknya melakukan penyelidikan lapangan. Di pelabuhan tersebut, didapati seorang calon PMI yang siap berangkat bersama satu pengurusnya, sehingga langsung diamankan.
"Kemarin kami gagalkan proses pengiriman PMI ilegal. Di pelabuhan diamankan dua orang, masing-masing satu PMI dan satu pengurus yang saat ini jadi tersangka," sebut Budi, Rabu (29/03).
Lanjut Budi, pihaknya melakukan penyelidikan lebih lanjut. Setelah dilakukan pengembangan, satu tersangka lainnya juga ditangkap.
"Kedua pelaku itu memiliki peran atau tugas masing-masing," pungkas Kompol Budi Hartono.
Adapun tersangka R, bertugas merekrut dari daerah asal di Banten. Kemudian, memfasilitasi pengurusan paspor, tiket pesawat dan mengantar calon PMI hingga ke Malaysia.
Sementara itu ISP, berperan menjemput calon PMI dari tempat penampungan sementara dan membawa ke pelabuhan, termasuk mengurus tiket kapal untuk diberangkatkan ke Malaysia.
Selain pelaku dan korban, polisi juga mengamankan beberapa barang bukti lain, diantaranya paspor milik R dan korban, uang tunai 200 Ringgit Malaysia dan rupiah sebanyak Rp 2,4 juta, dan 1 unit mobil Daihatsu Xenia warna hitam yang digunakan untuk membawa calon PMI ke pelabuhan.
Atas perbuatannya kedua pelaku dijerat pasal 81 jo pasal 83 UU RI nomor 18 tahun 2017, tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
"Kedua tersangka terancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 15 miliar," tegas Kompol Budi Hartono. (adri)