Gagal ginjal akut
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Pemerintah RI memastikan belum menetapkan kasus gagal ginjal akut akan berstatus Kejadian Luar Biasa (KLB).
"Kita sudah diskusi belum masuk status KLB," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (BGS) dalam konferensi pers di kantor Kemenkes, Jakarta, Jumat (21/10) malam.
Dalam konferensi pers tersebut, Budi mengatakan kekinian sudah ada 241 pasien gagal ginjal akut yang terdata dari 22 provinsi, sebanyak 133 di antaranya telah meninggal dunia. Budi mengatakan mayoritas pasien penyakit yang masih belum diketahui penyebabnya ini berasal dari golongan anak-anak, dengan pasien paling banyak bayi di bawah lima tahun (balita).
"Hari ini saya ingin memberi update lanjutan dari dua hari lalu. Sampai sekarang kita sudah mengidentifikasi ada 241 kasus gangguan ginjal akut di 22 provinsi dengan 133 kematian atau 55 persen dari kasus," kata Budi.
Kemenkes, kata Budi, mencatat gejala paling banyak dialami adalah oliguria (air kencing sedikit) atau anuria (tidak ada air kencing sama sekali),
Ia sekaligus menegaskan hingga saat ini penyebab penyakit gangguan ginjal akut progresif atipikal masih belum dapat diidentifikasi. Namun ia memastikan, penyakit misterius ini tidak terkait dengan pemberian vaksin virus corona (Covid-19).
"Apakah gara-gara vaksin? Di bawah lima tahun belum divaksin," kata dia.
Kemenkes menurutnya sudah mewanti-wanti agar orang tua lebih waspada dengan dengan cara terus memantau jumlah dan warna urine yang pekat atau kecoklatan pada anak.
Apabila urine berkurang atau berjumlah kurang dari 0,5ml/kgBB/jam dalam 6-12 jam atau tidak ada urine selama 6-8 jam, maka pasien harus segera dirujuk ke rumah sakit.
Selanjutnya, pihak rumah sakit diminta melakukan pemeriksaan fungsi ginjal yakni ureum dan kreatinin. Apabila hasil fungsi ginjal menunjukkan adanya peningkatan, maka dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis, evaluasi kemungkinan etiologi dan komplikasi.
Adapun sebagai bentuk kewaspadaan, Kemenkes sebelumnya telah menginstruksikan agar seluruh apotek yang beroperasi di Indonesia untuk sementara ini tidak menjual obat bebas dalam bentuk sirup kepada masyarakat. Para tenaga kesehatan juga diminta tak lagi memberikan resep obat sirop kepada pasien.
Seluruh ketetapan itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) Pada Anak yang diteken oleh Plt. Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami pada Selasa (18/10). **