Meranti Dijadikan Pusat Budidaya Kakap Putih

Selasa, 11 Februari 2020

Foto/KKP

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA-Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pemerintah Provinsi Riau sepakat menjadikan Kabupaten Meranti sebagai kawasan budidaya kakap putih nasional. Kawasan ini bahkan memiliki potensi untuk memproduksi sekitar 10.500 ton per tahun di lahan seluas 145 hektar.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengungkapkan pemilihan Meranti sebagai sentra kawasan budidaya kakap putih nasional, selain karena memiliki potensi pengembangan yang besar, juga karena komitmen Pemda yang tinggi pada upaya percepatan pembangunan perikanan di daerahnya. Penetapan itu juga tertuang dalam nota kesepakatan bersama antara Ditjen Perikanan budidaya, Pemerintah Provinsi Riau dan Pemerintah Daerah Kabupaten Meranti.

Kami telah menangkap komitmen dan harapan daerah melalui Bupati tentang bagaimana mendorong budidaya laut di Kabupaten Meranti mengingat potensinya yang sangat besar. Maka, kita buat kesepakatan bersama dengan memilih komoditas kakap putih sebagai unggulan. Pertimbangannya, karena kakap putih ini punya pangsa pasar yang luas dan bisa didorong untuk menghasilkan devisa,"" ungkap Slamet dalam keterangan tertulis, Senin (10/2/2020).

Ia juga menambahkan penentuan pusat kawasan budidaya kakap putih di Kabupaten Meranti diharapkan akan memicu daerah lain menerapkan model serupa. Menurutnya prinsip pengembangan kawasan ini diharapkan akan memberikan multiplier effect yang besar bagi ekonomi dan perluasan tenaga kerja.

"Kita akan pastikan ada multi stakeholders yang terlibat mulai dari hulu hingga hilir. Termasuk nanti bagaimana membangun jejaring pasar baik untuk lokal maupun ekspor," imbuhnya.

Untuk merealisasikan model yang sama, Slamet meminta Pemda segera merampungkan Perda Rencana Zonasi Pemanfaatan Wilayah Pesisir, Laut dan Pulau Pulau Kecil (RZWP3K) untuk menjamin legalitas dan kondusifitas iklim usaha budidaya laut. Bagi Pemda yang memiliki wilayah pesisir, laut dan atau pulau perlu segera merampungkan pengesahan Perda RZWP3K, karena ini yang akan menjamin perlindungan investasi budidaya laut.

"Kalau ini sudah ditetapkan, nanti tinggal kita tetapkan dimana lokus pengembangannya yang efektif. Selama ini yang jadi kendala masuknya investasi di usaha budidaya laut salah satunya terkait kepastian hukum. Jadi ada beberapa kasus, budidaya laut harus tergusur karena terjadi konflik kepentingan dengan sektor lain," katanya.

Slamet menambahkan, secara nasional potensi indikatif budidaya laut mencapai 12,1 juta hektar dengan potensi nilai ekonomi diprediksi hingga US$150 miliar per tahun, jika seluruhnya mampu dimanfaatkan optimal (di luar rumput laut). Namun demikian, saat ini pemanfaatan potensi budidaya laut masih kurang dari 10%. Dirinya menegaskan bahwa ini yang akan menjadi PR besar dalam 5 tahun mendatang yakni bagaimana mengoptimalkan potensi yang ada menjadi sumber ekonomi.

"Untuk komoditas budidaya laut, khususnya kakap putih, orientasi kita memang akan lebih fokus bagi kepentingan ekspor seperti ke China, Taiwan, Jepang, USA, dan Uni Eropa. Kawasan yang akan kita kembangkan di Meranti akan menjadi pilot project nasional, nanti kita lihat hasil proses bisnisnya seperti apa. Saya optimis, jika mampu kita optimalkan, Indonesia akan berpeluang menguasai suplai share ekspor kakap putih dan ini akan mendongkrak devisa kita secara signifikan," ungkap Slamet.

Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Meranti, Eldy Syahputra mengatakan bahwa potensi untuk pengembangan budidaya laut di Kabupaten Meranti mengacu pada Perda Provinsi tentang RZWP3K mencapai 438 hektar.

"Saya kira melalui penetapan Kabupaten Meranti sebagai pusat kawasan budidaya kakap putih, nanti diharapkan ada kontribusi bagi ekonomi daerah," ucap Eldy.

Menurutnya sejak lima tahun belakangan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti mulai menggalakkan program budidaya melalui keramba jaring apung. Oleh karenanya, untuk mendorong minat masyarakat, Pemkab Kepulauan Meranti sejak lima tahun terakhir sudah menebar 84 unit KJA dan dikelola oleh kurang lebih 260 nelayan dengan produksi kakap putih mencapai 60 ton per tahun.

"Untuk market, pangsanya sangat menjanjikan. Setiap kilo-nya bisa dijual dengan harga Rp 70 ribu sampai Rp 80 ribu. Ini untuk permintaan pasar lokal di Provinsi Riau, apalagi nanti ke depan jika mampu tembus ekspor dipastikan nilai tambahnya lebih tinggi lagi," tuturnya.

Secara terpisah, Kepala Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Batam, Toha Tusihadi, mengatakan pihaknya diberi tanggung jawab untuk menjamin ketersediaan suplai benih kakap putih, diseminasi dan pendampingan teknologi budidaya.

Langkah awal yang akan dilakukan, menurut Toha yakni memberikan dukungan benih, dan membangun pola segmentasi penyiapan benih. BPBL Batam juga mendukung upaya merevitalisasi UPTD Balai Benih Ikan Pantai (BBIP) Selat Panjang yang dilakukan oleh Pemkab Kepulauan Meranti dengan melakukan pendampingan pelaksanaan rehabilitasi sarana dan prasarana serta pendampingan teknologi produksi benih.

"Sebagai Unit Pelaksana Teknis Ditjen Perikanan Budidaya, BPBL Batam berkomitmen untuk merealisasikan Nota kesepakatan yang telah dibangun oleh ketiga pihak. Penyediaan benih untuk mendukung pengembangan kawasan siap kami penuhi. Tim BPBL Batam telah menyiapkan tenaga pendamping, sehingga BBIP Selat Panjang mampu memproduksi benih secara mandiri," tegas Toha.(007)