Virus Hendra
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani menyebut varian virus Hendra (hev) memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada Covid-19 yang telah merenggut ratusan ribu nyawa di Indonesia.
Virus Hendra belakangan menjadi perbincangan publik usai peneliti dari Griffith University, Australia, menemukan varian virus Hendra baru yang bisa menular ke hewan dan manusia. Penyakit ini sebelumnya sempat muncul pada tahun 1994 dan 2016.
"Fatality rate atau tingkat kematiannya lebih tinggi. Jika Covid-19 pada tingkat 3-4 persen, virus Hendra berada pada tingkat 50 persen kematian," kata Laura dalam keterangan tertulis yang dikutip dari situs resmi Unair, Jumat (3/6).
Kendati lebih mematikan, namun Laura menyebut virus Hendra umumnya masih jarang ditemukan pada manusia. Berdasarkan data dari tahun 1994 hingga 2013 dilaporkan tujuh kematian manusia akibat virus ini.
Laura kemudian menjelaskan, virus Hendra ditemukan tahun 1994 pada wabah penyakit di kawasan Hendra, Brisbane, Australia. Virus yang bersumber dari kelelawar ini dapat menyerang sistem pernafasan dan neurologi pada hewan dan manusia.
"Setelah ditelusuri, virus ini ternyata bersifat zoonosis yakni bisa berpindah dari host ke host, dari hewan ke manusia," kata dia.
Laura juga menjelaskan bahwa virus Hendra berpeluang masuk ke tubuh manusia melalui perantara hewan mamalia seperti Kuda. Ia menyebut, virus Hendra dapat menular ke manusia melalui kontak erat, disertai tingkat higienitas yang rendah.
Adapun ia menyebut penularan virus Hendra dari kelelawar ke kuda menjadi wajar, terlebih mengetahui fakta bahwa keduanya memiliki habitat yang sama. Penularan virus terjadi melalui droplet.
Kemudian, kelelawar pemakan buah yang memiliki habitat dengan kuda, dapat melakukan buang kotoran atau urine yang akhirnya bercampur dengan rumput yang menjadi makanan kuda. Sehingga rumput yang akan dimakan kuda terkontaminasi dengan virus tersebut.
Lebih lanjut, Laura menjelaskan penyakit akibat virus ini dapat menyebabkan gejala demam, batuk, sakit pada tenggorokan, ataupun ensefalitis atau radang otak. Laura sekaligus menegaskan hingga saat ini sebaran virus Hendra belum terdeteksi di Indonesia. Kendati demikian, ia meminta seluruh pihak untuk tetap waspada.
"Mengingat Indonesia juga memiliki hewan ternak yang tidak sedikit, pemerintah juga harus menyadari dan mengawasi bagaimana surveillance-nya, bagaimana cara agar hewan termasuk kuda tidak terjangkit virus Hendra," ujar Laura. (tm)