AS Putuskan Kekerasan Militer Myanmar ke Rohingya sebagai Kejahatan Kemanusiaan

Senin, 21 Maret 2022

Warga Rohingnya

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA-Amerika Serikat (AS) secara resmi menetapkan tindak kekerasan militer Myanmar kepada minoritas Rohingya adalah genosida dan kejahatan kemanusiaan.

Reuters menjelaskan, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken akan mengumumkan keputusan tersebut pada Senin (22/3) di Museum Peringatan Holocaust di Washington, AS.

Militer Myanmar dikatakan telah melakukan operasi militer pada 2017 yang memaksa setidaknya 730 ribu warga Rohingya, yang sebagian besar Muslim, keluar dari rumahnya dan pergi ke Bangladesh. Pada 2021 militer Myanmar merebut kekuasaan melalui kudeta.

Pejabat AS telah mengumpulkan bukti-bukti untuk mendukung pengakuan kekejaman militer Myanmar, namun menteri luar negeri AS Mike Pompeo saat itu menolak pengakuan.

Menurut sumber Reuters dari kalangan pejabat AS, Blinken telah memerintahkan analisis hukumnya sendiri untuk mendalami hal itu. Analisis menyimpulkan tentara Myanmar melakukan genosida dan pernyataan soal itu akan meningkatkan tekanan internasional untuk meminta pertanggungjawaban junta militer Myanmar.

"Ini akan mempersulit mereka melakukan pelanggaran lebih lanjut," kata seorang pejabat senior di Kementerian Luar Negeri.

Militer Myanmar membantah telah melakukan genosida pada rakyat Rohingya, yang ditolak kewarganegaraannya di Myanmar. Mereka juga mengatakan melakukan operasi militer melawan teroris pada 2017.

Misi pencari fakta Perserikatan Bangsa-Bangsa menyimpulkan pada 2018 bahwa kampanye militer termasuk 'tindakan genosida' tetapi AS pada saat itu menyebut kekejaman itu sebagai 'pembersihan etnis', istilah yang tidak memiliki definisi hukum di bawah hukum pidana internasional.

Penentuan status genosida saat ini tidak secara otomatis membuat AS mengeluarkan hukuman.

Sebelum menyatakannya pada Myanmar, AS sudah menggunakan istilah genosida untuk menggambarkan pembantaian di Bosnia, Rwanda, Irak dan Darfur, ISIS terhadap Yazidi dan minoritas lainnya, serta yang terbaru pada tahun lalu atas perlakuan China pada Uyghur. (tm)