Minyak goreng langka di pasaran
TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Minyak goreng dalam kemasan belakangan sulit didapat. Pengusaha minyak kelapa sawit menuding kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng memicu pasar gelap (black market).
Kebijakan ini menimbulkan perbedaan signifikan antara harga yang ditetapkan pemerintah dengan harga eceran.
Alexius Darmadi, Direktur Utama PT Sumi Asih, mengatakan sistem Domestic Market Obligation (DMO), Domestic Price Obligation (DPO) dan HET menyuburkan praktik black market. Pedagang minyak goreng dadakan ada di mana-mana.
"Bahwa ini ada gap, saya heran kok yang dikeluarkan pengusaha sawit kok enggak ada di pasaran? Ini sudah pasti ada black market," ujar Alexius dalam webinar Majalah Sawit Indonesia, Jumat (11/3).
Dia menambahkan, kebijakan tersebut berkaitan dengan pasokan minyak yang hilang beberapa waktu lalu. Toko yang awalnya menyediakan minyak goreng sawit kemudian raib karena ketentuan HET.Penetapan HET memang memiliki tujuan baik tetapi Alexius menyebut ini malah membuat pedang limbung. Harga minyak goreng di pasaran tidak sesuai harga di pasaran.
Di samping itu, Alexius menilai HET memicu kericuhan antara Satgas Pangan dan produsen minyak goreng yang tidak melakukan ekspor.
"Kalau dengan sistem DMO, DPO, dan HET apakah itu bisa jalan. Ini membuat kericuhan dalam kita sendiri antara Satgas Pangan dan produsen yang tidak berkaitan dengan ekspor. Tetapi apa Satgas itu tahu, bukan meremehkan, tapi sosialisasinya kan butuh waktu. Ini jadi simpul kericuhan ini semua," katanya.
"Saya pribadi sudah di industri minyak goreng hampir 35 tahun, kalau dulu 1998 pada ekspor tinggi, memang banyak penyelundupan. Namun sekarang bea cukai kita sudah canggih dan tidak mungkin ada penyelundupan," katanya. (tm)Sementara itu, terkait isu penyelundupan minyak goreng, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (Gimni) Sahat Sinaga menilai hal ini tidak mungkin terjadi. Menurutnya aparat penegak hukum sudah ketat mengendalikan penyelundupan.