Para penjelajah dunia macam Marcopolo, Ibnu Batutta, dan Christopher Columbus boleh jadi akan kandas meraih ambisi tanpa alat yang diciptakan oleh Al-Idrisi. Alat itu adalah peta yang akurat. Asal tahu saja, penciptaan peta seperti yang sekarang gampang diperoleh itu awalnya merupakan mega proyek yang memakan waktu 15 tahun.
Karya besar ini dimulai pada tahun 1138 M. Al-Idrisi yang oleh orang Barat dipanggil Edrisi atau Dreses, melakukan sebuah pertemuan istimewa dengan raja Kristen penguasa Sicilia, Raja Roger II.
Sicilia adalah sebuah daerah bekas kekuasaan kaum Muslimin, yang kemudian menjadi kerajaan Kristen.
Raja Roger II memiliki ambisi untuk membuat peta dunia yang akurat. Peta tersebut harus dapat menjadi acuan bagi siapapun, khususnya dirinya untuk melakukan ekspedisi pelayaran ataupun hanya untuk mengenal wilayah-wilayah baru.
Lantaran itu, ia kemudian memanggil para ilmuan Kristen di sekitarnya. Para sarjana Barat ternyata masih bertumpu pada hal-hal mistis dan tradisional dalam membuat peta.
Tak ada jalan lain bagi Raja Roger II untuk memenuhi ambisinya. Ia pun meminta bantuan kepada ilmuwan Islam.
Ilmuwan Muslim yang mendapat undangan kehormatan dari Raja Roger II itu bernama Al-Idrisi. Dia adalah geografer dan kartografer (pembuat peta) termasyhur di abad ke-12 M.
Kepopuleran Al-Idrisi dalam dua bidang ilmu sosial itu telah membuat sang raja yang beragama Nasrani itu kepincut. Apalagi, Raja Roger II sangat tertarik dengan studi geografi.
Selama ini, Roger II hanya mendengar sejumlah tempat dari banyak pelancong yang datang dan pergi di pelabuhan Sicilia. Namun ia tidak mampu membayangkan dengan pasti tempat-tempat yang dimaksud.
Masalah yang paling mendasar mengapa Roger II – dan mungkin banyak lagi orang pada masa itu di Eropa – tidak bisa membayangkan konstalasi geografi, sebab mereka belum bisa memastikan, bentuk bumi atau dunia ini seperti apa.
Keyakinan purba masih menyatakan bahwa dunia ini berbentuk datar. Sehingga tidak mengherankan bila banyak ahli geografi Roger II, yang sebelumnya ditugaskan untuk membuat peta dunia, menyisipkan unsur-unsur mitologi di tempat-tempat yang tidak diketahui itu.
Peta Dunia yang Pertama
Roger II dan Al-Idrisi ternyata memiliki minat dan ambisi yang sama tentang geografi. Al Idrisi menangkap peluang untuk memuaskan ambisi keilmuannya, ketika penguasa Sicilia menawarkannya kerja sama untuk membuat satu proyek ambisius, yaitu membuat peta dunia yang pertama paling akurat di muka bumi.
Proyek ini menjadi visible untuk dikerjakan mengingat, Roger II memiliki komitmen dan biaya, maupun sumber daya lainnya untuk mendukung pekerjaan ini. Dan salah satu yang tak kalah penting, informasi ataupun referensi tentang tempat-tempat ini juga banyak bertebaran di Sicilia, yang saat itu merupakan pusat bertemunya banyak peradaban besar di dunia, baik Islam, Kristen, Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.
"Secara khusus, ini adalah titik di mana budaya Arab dan Kristen bertemu dan menciptakan lanskap sosial yang unik," tulis Brady Hibbs dalam The Book of Roger.
Dalam pertemuan yang bersejarah itu, Roger II meminta Al-Idrisi untuk membuat peta yang tidak hanya secara akurat menandai lokasi semua tanah asing yang diketahui, namun juga memberikan deskripsi umum tentang sumber daya, susunan ekonomi, budaya, dan adat istiadat di semua tempat yang diinformasikan secara akurat. Tujuannya, agar hasil karya tersebut dapat menjadi standar acuan bagi siapapun yang ingin menjelajahi wilayah-wilayah tersebut.
Al-Idrisi dan Roger II bersepakat proyek pembuatan peta dunia itu akan diselesaikan dalam tempo 15 tahun. Guna mewujudkan ambisinya, didirikanlah akademi geografer yang dipimpin Raja Roger II dan Al-Idrisi.
Brady Hibbs mengatakan mega-proyek pembuatan peta dunia itu melibatkan 12 sarjana, sebanyak 10 orang di antaranya adalah ilmuwan Muslim.
Hal ini sangat wajar, mengingat hasil-hasil laporan para pelancong Muslim memang lebih akurat dan relevan untuk digunakan daripada data dan informasi dari para pelaut Barat yang umumnya bercampur dengan mitologi dan fiksi.
"Tapi dalam tim ini juga dilibatkan beberapa sarjana barat untuk melengkapi, ataupun memverifiksi data wilayah yang oleh ilmuwan Muslim belum disinggahi," ujar Brady Hibbs.
Hanya bagaimanapun, data dan informasi yang didapat dari kedua belas sarjana ini masih jauh dari cukup untuk memenuhi target yang diharapkan Roger II dan Al-Idrisi. Sebagai upaya untuk melengkapinya, Al- Idrisi kemudian melakukan wawancara langsung ke kota-kota Palermo, Catania, Messina, dan Syracuse untuk menanyai para pelancong yang sedang berlabuh di pelabuhan.
Mereka diwawancarai tentang banyak aspek dari daerah-daerah yang mereka singgahi. Di antaranya, sifat tanah yang mereka kunjungi, termasuk orang-orang yang mendiami wilayah, budaya mereka, sumber daya yang ditemukan di wilayah ini, perdagangan apapun yang terjadi di wilayah tersebut, dan infrastruktur kota-kota tersebut.
Roger II juga sempat mengerahkan petugas kerajaannya untuk membantu para sarjana ini mengumpulkan lebih banyak informasi.
Tak jarang, Al-Idrisi dihadapkan pada informasi-informasi yang saling bertentangan satu sama lain. Untuk inilah Al-Idrisi kerap melakukan cross-check terkait informasi yang diterimanya.
Selama bertahun-tahun, Al-Idrisi menyaring fakta-fakta yang berhasil dikumpulkannya. Ia hanya memilih keterangan dan penjelasan yang paling jelas sebagai acuan membuat peta.
Penjelasan dari seorang navigator akan dikonfrontasi kepada navigator lainnya. Bahkan tak jarang Al-Idrisi juga mengkonfirmasi informasi-informasi tersebut dengan karya-karya para sarjana klasik, seperti Ptolemy, Ibn Hawqal, Ibn Khurdadhbih, dan al-Jayhani.
Survei Paling Megah
Bertahun-tahun Al-Idrisi dan Tim melakukan upaya ini. Tidak mengherankan bila Brady Hibbs menilai, apa yang dilakukan oleh Al-Idrisi dan Tim, adalah survei abad pertengahan yang paling megah di dunia.
Alhasil, mega-proyek ini baru selesai pada tahun 1154 M, setelah menghabiskan waktu selama hampir 15 tahun. Semua hasil temuan dan kajian selama bertahun-tahun itu di verifikasi kembali, setelah itu barulah akhirnya dirumuskan.
Mereka mulai memasukkan satu persatu kepingan infomasi wilayah ke objek visual berupa gambar bersambung.
Satu per satu wilayah disusun berdasarkan koordinatnya, hingga akhirnya peta dunia tersebut selesai secara utuh.
Roger II sangat puas dengan hasil pekerjaan ini, dan meminta mereka agar peta tersebut diukir di atas sebuah cakram perak yang besar. Setelah selesai, bola bumi yang diciptakannya itu memiliki berat sekitar 400 kilogram.
Dalam peta itu, Al-Idrisi menggambarkan enam benua dengan dilengkapi jalur perdagangan, danau, sungai, kota-kota utama, daratan serta gunung-gunung.
Tak cuma itu, peta yang dibuatnya itu juga sudah memuat informasi mengenai jarak, panjang dan tinggi secara tepat.
Roger merasa bahwa peta itu persis seperti yang dia harapkan, dan karena kepuasannya dengan karya al-Idrisi, dia menugaskan al-Idrisi untuk membuat karya lain untuknya, yaitu sebuah catatan yang berisi tentang data geografis tentang peta yang dibuatnya, serta ringkasan dari semua temuan mereka selama lima belas tahun penelitian.
Catatan inilah yang kemudian dinamakan Nuzhat al-Mushtaq fi Ikhtiraq al–Afaq (Kegembiraan dari Seseorang yang Ingin Melintasi Wilayah Dunia), atau hanya disebut sebagai al-Kitab al-Rujari. Dalam bahasa Inggris disebut “The Book of Roger”, atau dalam bahasa Latin dinamakan “Tabula Rogeriana”.
The Book of Roger kemudian menjadi acuan utama para pencong dunia pada abad-abad selanjutnya. Ini adalah ensiklopedia geografi yang berisi peta serta informasi mengenai negara-negara di Eropa, Afrika dan Asia secara rinci.
Pada kata pengantar The Book of Roger, Al Idrisi mendeskripsikan dunia terbagi dalam tujuh iklim. Setiap iklim dibagi lagi menjadi 10 bagian. Sehingga total terdapat 70 deskripsi wilayah.
Deskripsi ini termasuk juga penjelasan tentang kondisi fisik wilayah, budaya, politik, serta sosio-ekonomi di setiap wilayah, dan masing-masing dari tujuh puluh bagian teks memiliki peta potongan yang sesuai.
Makkah Titik Nol Kilometer
Adapun peta yang dibuat oleh Al Idrisi, memuat hampir seluruh wilayah di dunia. Seluruh peta mencakup daratan dari Spanyol di timur sampai China di barat, dan Skandinavia di utara, turun ke Afrika di selatan.
Hanya menariknya, peta tersebut memiliki orientasi terbalik, dengan Afrika digambarkan di bagian atas peta dan Skandinavia dan Inggris berada di bagian bawah. Dan yang tak kalah menarik, dalam peta ini, Makkah yang terletak di Semenanjung Arabia, ditempatkan di tengah, seakan menjadi titik Nol kilometer di bumi.
Hal lain yang membuat karya Al Idrisi begitu istimewa adalah tingkat akurasinya yang demikian tinggi. Sebagai contoh, The Book of Roger secara deskriptif mampu merinci asal-usul Sungai Nil, jauh sebelum ekspedisi Eropa menemukannya pada tahun 1800-an.
Peta tersebut juga menunjukkan beberapa kota di bagian dalam Sudan. Negara-negara Baltik juga jauh lebih akurat digambarkan daripada yang dilakukan oleh Ptolemy.
Dan mungkin yang paling mengesankan dari semua studi al-Idrisi adalah proyeksinya tentang lingkar bumi, yaitu di 22.422 mil. Angka tersebut nyaris akurat, hanya meleset 3,6% dari ukuran ilmuan kontemporer.
Dibanding dengan banyak karya lain pada zamannya, karya Al Idrisi memang benar-benar seperti cahaya terang benderang yang menyinari seantero dunia. Keping demi keping lembaran peta yang disusunnya seperti mentari dalam pikiran siapapun pada zamannya.
Tiba-tiba bumi ini terhampar begitu meyakinkan, karena didukung oleh data dan informasi yang tersusun secara ilmiah.
Aktivitas penjelajahan dunia pun menjadi marak setelah karya Al Idrisi ditemukan. Peta inilah yang kemudian menjadi pandu para pencong dan penjelajah seperti Marcopolo dan Ibn Batutta.
Ini juga salah satu acuan Ibn Khaldun dalam membangun karya monumentalnya. Bahkan tidak sedikit yang menyatakan bahwa Colombus, tidak mungkin berhasil menemukan benua Amerika tanpa peta Al Idrisi.
Keturunan Nabi Muhammad SAW
Nama dan nasab Al-Idrisi adalah Abu Abdullah Muhammad Ibnu Al-Idrisi Ash-Sharif. Beliau dikenal sebagai seorang kartografer dan geografer.
Ilmuwan kelahiran Ceuta, Maroko, Afrika Utara pada tahun 1100 M ini juga dikenal dengan nama singkat Al-Sharif Al-Idrisi Al-Qurtubi.
Al Idrisi adalah seorang keturunan Arab yang lahir di Ceuta pada sekitar tahun 1100 masehi. Di tempat kelahirannya, keluarga Al-Idrisi merupakan penguasa selama tiga abad.
Al-Idrisi merupakan keturunan para penguasa Idrisiyyah di Maroko, yang merupakan keturunan Hasan bin Ali, putra Ali dan cucu nabi Muhammad.
Awalnya, keluarga Al Idrisi adalah bangsawan di Malaga, ketika kaum Muslimin masih memerintah Andalusia. Namun, keluarga ini kemudian pindah ke Ceuta dan berkuasa di sana.
Al-Idrisi menyelesaikan sebagian besar pendidikannya di Cordoba, Andalusia.
Cordoba memiliki sejarah yang kaya sebagai pusat studi ilmiah di dunia Islam setelah Abdurrahman II, mantan emir Cordoba, membentuk kembali masyarakat Cordoba dengan menanamkan semangat ilmu pengetahuan di abad ke-9 M.
Sebagai salah satu pusat perkembangan ilmu pengetahuan dan sains Islam pada masa itu, Universitas Cordoba menyimpan banyak sekali literatur dari berbagai tema keilmuan.
Di sinilah Al Idrisi bisa mengakses banyak dokumen tentang wilayah dan kondisi kebudayaan masyarakat di seluruh dunia yang ditulis oleh para pelancong Muslim sebelumnya.
Tapi salah satu kelebihan Al Idrisi, ia tidak hanya sebatas membaca dan mengetahui, tapi juga berjalan dan mengunjungi tempat-tempat menarik yang dibacanya.
Konon, setelah menyelesaikan pendidikan formal di sekitar usia 16, Al-Idrisi memulai perjalanannya. Ia mengunjungi berbagai titik di Eropa (termasuk Inggris dan Prancis), Afrika Utara, dan Anatolia.
Perjalanannya ke Eropa telah menjadikan pengalamannya khas bila dibandingkan dengan banyak ilmuwan Arab kontemporer lainnya.
Melalui perjalanannya, rasa ingin tahunya beralih menjadi antusiasme. Dari sebelumnya hanya sebatas pelancong, Al Idrisi menemukan kegairahan sejati untuk menjadikan geografi sebagai ambisi hidupnya.
Kisah tentang bagaimana akhirnya Al-Idrisi sampai ke Istana Roger II juga masih simpang siur. Ada yang mengatakan, bahwa kedatangannya ke Sicilia adalah sebuah aksi pelarian dari upaya persekusi yang dilakukan oleh Dinasti Abbasiyah kepada para keturunan Rasulullah SAW, termasuk di antaranya Al-Idrisi.
Lepas dari itu, pertemuan Al-Idrisi dan Roger II ini menjadi titik awal lahirnya karya besar yang amat bermanfaat bagi peradaban.
Pada tahun 1154 M, Roger II meninggal dunia. Namun, Al Idrisi sudah berhasil mempersembahkan The Book Of Roger beberapa minggu sebelum kematiannya. Tapi malang, hanya berselang enam tahun, pemberontakan terjadi di dalam istana Roger.
William I, pewaris tahta Roger, tidak sanggup menghadapi turbulensi tersebut, dan akhirnya lari menghilang.
Cakram perak yang begitu berharga tersebut pun hancur, termasuk The Book of Roger pun hilang dalam kekacauan tersebut. Namun, Al Idrisi masih menyimpan versi Bahasa Arab dan dia membawa pergi beberapa hasil kerjanya ke Afrika Utara.
Di tempat inilah peta tersebut kembali ditulis ulang dan dibaca oleh para ilmuan lainnya. Al Idrisi menjalani sisa hidupnya di Afrika Utara (kemungkinan Maroko), dan meninggal pada tahun 1166 M.