8 Cara Syirik, Penyihir Berkolaborasi dengan Jin

Jumat, 03 Desember 2021

Ada 8 cara para penyihir dalam menghadirkan jin. Cara-cara ini melanggar syariat Islam. (Foto/Ilustrasi: Pinterest. com)

Para penyihir memiliki berbagai macam cara dalam menghadirkan jin yang bisa disuruh untuk tujuan tertentu. Kolaborasi jin dan manusia ini sangat berbahaya dan melanggar syariat Islam 
Buku "Ensiklopedia Ruqyah" karya Iding Sanus menyebut ada jin yang bisa ditugaskan oleh para dukun ataupun tukang sihir. Mereka melakukan ini lewat kerja sama dengan raja jin. Makhluk ghaib ini bisa disuruh menyakiti bahkan membunuh orang.

"Jin sihir ini ada merasuk ke tubuh manusia dengan kekuatannya sendiri ada pula yang dipaksa dan diikat oleh dukun di dalam tubuh orang yang jadi target untuk menyakit orang itu," tulis Iding Sanus.

Selain membunuh atau menyakiti orang, jin jenis ini bisa ditugaskan untuk memisahkan hubungan suami istri hingga sampai bercerai. "Ada pula yang ditugaskan membuat kacau di dalam rumah tangga seseorang, hingga rumah tangga selalu panas dan sering terjadi keributan yang tidak perlu," tambah Iding Sanus.

Selain itu, ada pula sejenis jin sihir yang ditugaskan mengganggu usaha bisnis seseorang hingga bangkrut dengan menutup penglihatan orang terhadap warung atau tokonya. Ada pula jin yang ditugaskan untuk memelet dan menimbulkan rasa cinta berlebihan pada seseorang.
Cara Menghadirkan Jin
Kitab Ash-Shaarimul Battaar Fit Tashaddi Lis Saharatil Asyraar karya Wahid bin Abdissalam Baali menyebut delapan cara tukang sihir menghadirkan jin.

Pertama, cara iqsam (bersumpah atas nama jin dan setan) Menurut cara ini, tukang sihir akan masuk ruangan yang gelap, lalu meyalakan api dan kemudian di atas api itu diletakkan semacam dupa sesuai dengan objek yang diminta.

Jika dia ingin melakukan pemisahan atau permusuhan dan kebencian atau yang semisalnya, maka dia akan meletakkan di atas api itu dupa yang mempunyai bau yang tidak sedap.

Dan jika dia hendak mempertemukan cinta atau melepaskan ikatan yang menghalangi suami mencampuri istrinya atau untuk menghilangkan sihir, maka dia akan meletakkan dupa yang mempunyai bau yang wangi.

Selanjutnya, tukang sihir akan mulai membaca mantra yang berbau kesyirikan, yaitu bacaan-bacaan tertentu yang mengandung sumpah kepada jin dengan mengatasnamakan pemuka mereka dan meminta mereka dengan menyebut pemuka mereka, misalnya mengagungkan para pembesar jin dan meminta bantuan kepada mereka dan lain sebagainya.

Dengan syarat, tukang sihir tersebut tidak boleh dalam keadaan suci, baik dalam kondisi junub maupun memakai pakaian bernajis dan lain sebagainya.

Setelah selesai membaca mantra maka akan muncul di hadapannya bayangan berbentuk anjing atau ular atau bentuk lainnya, lalu si penyihir itu akan menyuruhnya melakukan apa saja yang dia inginkan.

"Tetapi," tulis Wahid bin Abdissalam Baali, "terkadang tidak muncul apa-apa di hadapannya, tetapi dia hanya mendengar suara."

Terkadang, dia tidak mendengar suara apa-apa tetapi dia mengikat benda bekas dipakai dari seseorang yang hendak disihir, seperti, rambut, atau potongan baju yang pernah dipakainya yang masih berbau keringat dan lain sebagainya.

Setelah itu, si penyihir akan memerintahkan jin untuk melakukan apa yang dia mau.

Menurut Wahid bin Abdissalam Baali, dari kasus ini maka tampak jelas bahwa jin itu lebih mengutamakan ruangan yang gelap. Jin menikmati (menyantap) bau sesajen yang dihidangkan, yang tidak disebut nama Allah padanya.

"Ini merupakan bentuk kesyirikan yang jelas dan nyata, bersumpah atas nama jin dan meminta pertolongan kepada mereka. Jin itu mengutamakan najis dan setan mendekati najis," katanya.
Kedua, cara adz-dzabh (memotong sebelihan). Menurut cara ini, tukang sihir akan membawa burung, ayam, merpati, atau yang lainnya dengan ciri-ciri tertentu sesuai dengan permintaan jin. Hewan itu adalah yang berwarna hitam pekat, karena jin lebih menyenangi warna hitam.

Kemudian, dia menyembelihnya dengan tidak menyebut nama Allah atasnya. Terkadang si penderita akan diolesi darah binatang itu dan terkadang juga tidak.

Selanjutnya, dia melemparnya ke puing-puing bangunan, sumur, atau tempat-tempat kosong yang seringkali menjadi tempat jin.

Pada saat melempar, dia tidak menyebut nama Allah. Setelah itu dia kembali pulang ke rumah, lalu membaca mantra yang berbau syirik, dan selanjutnya menyuruh jin untuk melakukan apa saja yang dia inginkan.

Wahid bin Abdissalam Baali mengatakan kesyirikan yang terkandung pada cara kedua ini terfokus pada dua hal, yaitu:

1. Menurut kesepakatan para ulama, baik salaf maupun khalaf, menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada jin adalah sesuatu yang haram, bahkan ia merupakan perbuatan syirik mutlak, karena binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah sama sekali tidak boleh dimakan oleh orang muslim, apalagi melakukannya.

Akan tetapi bersamaan dengan itu, orang-orang bodoh di setiap zaman dan tempat akan terus melakukan perbuatan keji tersebut.

Yahya bin Yahya pernah berkata, Wahab pernah berkata kepada saya, beberapa orang penguasa mengambil kesimpulan adanya mata air dan bermaksud mengalirkannya. Untuk hal itu mereka menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada jin agar jin-jin itu tidak menyumbat aliran air tersebut.

Lalu dia memberikan makan kepada beberapa orang dengan sembelihan itu. Selanjutnya berita tersebut terdengar oleh Ibnu Syihab az-Zuhri, maka dia berkata: ‘Sesungguhnya mereka telah menyembelih apa yang tidak dihalalkan dan memberi makan orang-orang dengan apa yang tidak dihalalkan bagi mereka. Rasulullah SAW telah melarang makan sembelihan yang disembelih untuk dipersembahakan kepada jin.

Dalam kitab Shahih Muslim juga disebutkan sebuah hadits dari Ali bin Abi Thalib Ra , dia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

لَعَنَ اللهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ


“Allah melaknat orang yang menyembelih binatang untuk selain Allah“.

2. Jimat atau mantra yang berbau syirik. Yaitu tulisan-tulisan yang dibacakan pada saat menghadirkan jin. Mantra-mantra itu mengandung kesyirikan yang jelas, sebagaimana yang diungkapkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah di beberapa bukunya.

Ketiga, cari sulfiyah (melakukan kenistaan). Cara ketiga ini, menurut Wahid bin Abdissalam Baali, sangat populer di kalangan para tukang sihir dengan sebutan sulfiyah.

Tukang sihir yang menggunakan cara ini memiliki banyak setan yang mengabdi kepadanya dan menjalankan semua perintahnya, karena dia sebagai tukang sihir yang paling kufur dan paling ingkar, semoga Allah melaknatnya.

Cara ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Tukang sihir meletakkan mushaf di kedua kakinya dalam posisi seperti sepatu. Kemudian dengan posisi Al-Qur’an seperti itu, si penyihir itu masuk WC, lalu mulai membaca mantra di dalam WC, selanjutnya keluar lagi dan duduk di sebuah ruangan, setelah itu dia akan meyuruh jin untuk melakukan apa saja yang dikehendakinya.

Jin pun akan segera mantaatinya dan menjalankan semua perintahnya.

Hal itu tidak lain karena tukang sihir itu telah kufur kepada Allah yang Maha Agung. Sehingga dengan demikian dia telah menjadi salah satu saudara setan.
Menurut Wahid bin Abdissalam Baali, tukang sihir yang menggunakan cara sulfiyah ini, disyaratkan harus melakukan sejumlah perbuatan dosa besar misalnya, menyetubuhi wanita yang bukan istrinya, melakukan hubungan sesama jenis, melakukan perzinahan, atau mencela agama. "Semuanya itu dimaksudkan untuk mencari keridhaan setan," ujarnya.

Keempat, cara najasah (menulis ayat-ayat Al-Qur'an dengan benda najis). Wahid bin Abdissalam Baali mengatakan seorang penyihir akan menulis salah satu surat dalam Al-Qur'an dengan menggunakan darah haid atau benda-benda najis lainnya, dan setelah itu membaca mantra, hingga jin muncul, untuk selanjutnya ia perintahkan apa saja yang ia kehendaki.

"Kekufuran dengan cara ini sudah sangat jelas dan tidak tersembunyi lagi, karena penghinaan dan pencemoohan terhadap salah satu surat atau bahkan satu ayat Al-Qur’an al-Karim merupakan bentuk kekufuran kepada Allah yang Maha Agung," ujarnya.

Kelima, cara tankis (menulis ayat-ayat Al-Quaran secara terbalik). Tukang sihir menulis salah satu surat al-Quran dengan huruf-huruf terpisah dan terbalik, yaitu ditulis bagian akhirnya dulu baru kemudian bagian awalnya.

Setelah itu dia membaca mantra yang berbau syirik, sehingga jin pun datang, lalu dia menyuruhnya melakukan apa yang dia inginkan. "Cara ini pun jelas haram, karena didalamnya mengandung unsur kesyirikan dan kekufuran," jelas Wahid bin Abdissalam Baali.
Keenam, cara tanjim (menyembah bintang). Cara ini disebut juga ar-rashd, karena dengan cara ini seorang tukang sihir akan memantau munculnya bintang tertentu, kemudian berbicara dengan bintang tersebut dengan membaca mantra-mantra sihir, selanjutnya membacakan mantra lain yang mengandung kesyirikan dan kekufuran kepada Allah.

Setelah itu, dia melakukan beberapa gerakan laiknya bentuk penyembahan terhadap bintang tersebut.

Pada saat itu, setan akan menyambut dan menjalankan semua perintah tukang sihir itu.

Para tukang sihir mengungkap bahwa sihir itu tidak akan bisa diobati kecuali jika bintang itu muncul, lagi pada waktu yang lain.

Menurut Wahid bin Abdissalam Baali, di sana terdapat beberapa bintang yang tidak muncul, kecuali sekali dalam setahun, sehingga mereka harus menunggu kemunculannya, dan setelah muncul baru mereka akan membaca mantra-mantra yang meminta pertolongan kepada bintang untuk menghilangkan sihir tersebut.

Ketujuh, cara al-kaff (melihat melalui telapak tangan). Wahid bin Abdissalam Baali menjelaskan, dalam cara ini, tukang sihir akan menghadirkan seorang anak kecil yang belum baligh dengan syarat anak itu tidak dalam keadaan berwudhu. Kemudian dia akan melihat telapak tangan kiri anak tersebut, lalu menggambarkan garis persegi empat.
"Di sekitar garis ini akan dituliskan beberapa mantra sihir, yang sudah pasti mengandung unsur kesyirikan," katanya.

Mantra-mantra tersebut ditulis di semua sisi garis dari persegi empat itu. Kemudian diletakkan di telapak tangan anak tersebut, tepat di tengah empat persegi itu “minyak dan bunga berwarna biru” atau “minyak dan tinta berwarna biru”.

Selanjutnya, dia tuliskan mantra lain dengan huruf terpisah di atas kertas persegi panjang. Kemudian meletakan kertas tersebut seperti payung di atas wajah si anak tersebut dan memakaikan topi di atasnya agar tidak lepas.

Selanjutnya, anak itu ditutup seluruh badannya dengan kain yang berat. Dalam kondisi seperti ini, anak kecil tersebut bisa melihat telapak tangannya (karena pengaruh sihir), yang tentunya dia tidak akan dapat melihatnya karena gelap.

Kemudian tukang sihir itu akan mulai membaca mantra. Tiba-tiba anak itu akan merasa seakan-akan menjadi terang benderang dan melihat gambar yang bergerak di telapak tangannya.

Lalu si penyihir itu akan bertanya kepada anak itu, “Apa yang kamu lihat?”

“Aku melihat gambar seorang laki-laki di hadapanku,” jawab anak itu.

“Katakan kepada orang itu, tuanmu berkata kepadamu dengan memerintahkan ini dan itu,” papar si penyihir itu.

"Maka gambar itu pun bergerak sesuai perintah. Seringkali cara ini dipergunakan untuk mencari sesuatu yang hilang. Tidak tertutup lagi bahwa dalam cara ini mengandung kemusyrikan dan kekufuran serta mantra-mantra yang tidak dapat dipahami," ujar Wahid bin Abdissalam Baali..
Kedelapan, cara al-atsar (memanfaatkan benda bekas pakai). Menurut cara ini, si penyihir akan meminta, beberapa barang bekas pakai dari si pasien, seperti sapu tangan, penutup kepala, baju atau sobekan kain yang masih berbau keringat si pasien.

Kemudian si penyihir itu akan mengikat ujung sapu tangan itu, lalu mengukurnya sepanjang empat jari dan sapu tangan itu dipegang dengan kuat, lalu dibacakan surat at-Takaatsur atau surat pendek lainnya dengan suara keras.

Selanjutnya si penyihir membacakan mantra secara pelan. Kemudian memanggil jin seraya berkata, “Jika penyakit yang dideritanya itu disebabkan oleh jin, maka pendekkanlah sapu tangan itu. Dan jika penyakit itu akibat kedengkian, maka panjangkanlah sapu tangan itu. Dan jika penyakit itu termasuk dari bagian kedokteran, maka hendaklah kalian membiarkan sebagaimana wujudnya."

Kemudian tukang sihir itu akan mengukurnya sekali lagi. Jika dia mendapatkan sapu tangan itu terlalu panjang, melebihi empat jari, maka si penyihir itu akan mengatakan, “Anda terkena penyakit dengki.”

Jika sapu tangan itu pendek, maka dia akan mengatakan, “Anda telah dirasuki jin.”

Jika dia mendapatkan sapu tangan itu seperti adanya, empat jari, maka dia akan mengatakan, “Tidak ada masalah dengan diri anda. Silakan anda berkonsultasi ke dokter.”

Mengomentari cara ini, Wahid bin Abdissalam Baali mengatakan, upaya pengelabuan yang dilakukan penyihir terhadap penderita, di mana dia mengangkat suaranya ketika membaca Al-Qur’an dengan tujuan agar penderita penyakit itu mengira bahwa penyihir itu mengobatinya dengan Al-Qur’an, padahal kenyataannya tidak demikian, tetapi rahasianya terletak pada mantra yang dibacanya secara pelan.

"Meminta bantuan kepada jin, memanggil dan berdoa kepada mereka, semuanya itu merupakan perbuatan syirik kepada Allah Yang Maha Agung," katanya.