Ilustrasi: Kapal nelayan asing
TRANSKEPRI.COM.BATAM- Media internasional, Reuters, mengabarkan terkait sejumlah kapal asing yang ditahan oleh otoritas Indonesia dibebaskan usai membayar sekitar $300.000 atau sekitar Rp 4,2 miliar. Pembayaran itu dilakukan oleh pemilik kapal asing kepada perwira angkatan laut Indonesia.
Dilansir Reuters, pembayaran itu dilakukan secara tunai dan melalui transfer bank kepada sebuah perantara. Pihak perantara itu mengaku bahwa mereka mewakili angkatan laut Indonesia.
Menurut 2 pemilik kapal asing, sekitar 30 kapal termasuk kapal tanker, pengangkut curah dan lapisan pipa, telah ditahan oleh angkatan laut Indonesia dalam tiga bulan terakhir. Sebagian besar kapal yang ditahan, dilaporkan telah dibebaskan setelah melakukan pembayaran $250.000 hingga $300.000.
Pembayaran ini dinilai lebih murah daripada potensi kehilangan pendapatan dari kapal yang membawa kargo berharga seperti minyak atau biji-bijian itu bila disita berbulan-bulan.
Kepala Dinas Penerangan Koarmada I TNI AL Letkol Laut (P) La Ode M. Holib angkat bicara terkait tuduhan tersebut. Holib membantah tuduhan itu.Reuters tidak dapat mengkonfirmasi terkait siapa perwira angkatan laut yang menerima bayaran itu. Reuters melaporkan pembayaran itu diberitakan pertama kali oleh sebuah web industri bernama Lloyd's List Intelligence.
"Tidak benar tuduhan terhadap TNI AL yang meminta sejumlah uang US$ 250.000 - US$ 300.000 untuk melepaskan kapal-kapal tersebut," ujar Holib lewat keterangannya, Minggu (15/11/2021).
Menurut Holib ini merupakan tuduhan serius dan berdampak pada pencemaran institusi TNI AL. Holib menyayangkan informasi tersebut beredar cepat tanpa memberikan kesempatan waktu yang cukup bagi pihak TNI AL untuk mengklarifikasi.
Meski begitu, Holib membenarkan ada sejumlah kapal asing yang ditahan. Penahanan dilakukan karena kapal-kapal asing tersebut melanggar hukum perairan territorial Indonesia khususnya perairan Kepulauan Riau.
"Beberapa kapal tersebut berperilaku tidak sewajarnya dalam melaksanakan pelayaran antara lain melakukan lego jangkar tanpa ijin dari otoritas pelabuhan di perairan territorial Indonesia yang bukan area lego jangkar yang ditentukan oleh pemerintah, berhenti atau mengapung dalam waktu yang tidak wajar yang dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pelayaran, berlayar tidak mengibarkan bendera sebagai identitas kapal, deviasi atau menyimpang dari track pelayaran tidak sesuai dengan rute," tegas Holib.
"Sedangkan terkait pemilik kapal yang membayar sejumlah uang antara US$250.000-US$300.000 seperti yang disampaikan, TNI AL tidakKembali ke inti persoalan, Holib menegaskan sekali lagi pihak TNI AL tidak pernah menerima bayaran dari pemilik kapal asing tersebut. TNI AL menduga para pemilik kapal membayar untuk kebutuhan service kepada sejumlah agen.
pernah menerima uang itu," jelas Holib.
"Namun kemungkinan pemilik-pemilik kapal mengeluarkan sejumlah uang kepada agen yang mereka tunjuk untuk keperluan atau kebutuhan services antara lain untuk pengurusan surat/administrasi lego jangkar, port clearance, biaya pandu, sewa sekoci, logistik kapal (BBM), serta kebutuhan hidup awak kapal selama proses hukum yang dibayarkan agen kepada pihak ketiga yang menyediakan jasa pelayanan, bukan kepada TNI AL," lanjutnya.
Holib mengatakan TNI AL tidak tidak pernah menunjuk mediator atau agen perantara penyelesaian proses perkara. Holib menyebut tindakan TNI AL sudah seusai dengan tugas dan kewenangan yang diberikan undang-undang.
"Selama proses penyelidikan dan penyidikan di Pangkalan TNI AL, tidak dilakukan penahanan terhadap awak kapal termasuk nakhoda atau kapten kapal. Pada saat proses hukum seluruh awak kapal tetap berada di atas kapalnya, kecuali dalam rangka pemeriksaan di pangkalan untuk dimintai keterangan dan setelah selesai dikembalikan ke kapal," pungkasnya. (tm)