Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mohammad Bagheri. Foto/Istimewa
TRANSKEPRI.COM. TEHERAN - Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran, Mohammad Bagheri, mengancam akan melancarkan balas dendam yang lebih keras kepada Amerika Serikat (AS) jika terus melanjutan perilakunya. Bagheri menyatakan pembalasan terhadap pembunuhan Komandan Pasukan Quds Garda Revolusi Iran (IRGC), Qassem Soleimani, menunjukkan tekad Teheran untuk mempertahankan hak-haknya.
Bagheri melontarkan ancamannya itu selama berbicara via telepon dengan Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar. Bagheri mencap pembunuhan terhadap Soleimani sebagai tindakan pengecut, tidak manusiawi, dan tidak bermoral yang bertentangan dengan semua hukum internasional.
Bagheri mencatat bahwa meskipun Iran tidak tertarik untuk meningkatkan ketegangan, ia memperingatkan bahwa setiap langkah yang tidak rasional dan agresif oleh negara lain akan mendorong tanggapan keras dari Teheran.
"Akar dari semua penyimpangan dan konflik akan dihapus dengan AS keluar dari wilayah (Timur Tengah)," Begheri menyuarakan harapannya seperti dilansir dari Sputnik, Jumat (17/1/2020).
Sementara itu, Menteri Pertahanan Turki menyampaikan belasungkawa kepada rakyat, pemerintah, dan angkatan bersenjata Iran atas kematian Soleimani.
"Setelah pembunuhan AS terhadap Jenderal Soleimani dan rekan-rekannya di Irak, wilayah itu dibayangi oleh situasi yang sangat sensitif yang bisa sangat mengkhawatirkan," kata Akar seperti dikutip oleh kantor berita Iran Mehr.
Akar memuji hubungan persahabatan antara Turki dan Iran, mencatat bahwa memastikan perdamaian dan stabilitas di kawasan adalah untuk kepentingan kedua negara dan hanya teroris yang dapat memperoleh keuntungan dari ketegangan.
"Kita harus bekerja sama untuk menjaga stabilitas dan tidak boleh membiarkan teroris mengambil keuntungan dari peluang meningkatnya ketegangan di kawasan ini," ujarnya kepada komandan Iran.
Soleimani dipandang sebagai salah satu tokoh paling dihormati di Iran. Ia dibunuh dalam serangan pesawat tak berawak dalam perjalanan dari Bandara Internasional Baghdad, Irak, beberapa hari setelah pengunjuk rasa berusaha menyerbu Kedutaan Besar AS di Ibu Kota Irak.
Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia memerintahkan serangan itu karena Soleimani merencanakan serangan terhadap para diplomat dan personel militer Amerika. Panglima militer AS kemudian bahkan mengklaim bahwa Soleimani merencanakan serangan pada empat misi diplomatik AS di tempat terpisah.
Washington, bagaimanapun, belum membuktikan klaim ini. Menteri Pertahanan Mark Esper kemudian mengatakan kepada CBS bahwa ia tidak melihat bukti Soleimani mempersiapkan serangan terhadap kedutaan besar AS. Namun, beberapa hari kemudian, pernyataan berbeda diungkapkannya kepada CNN bahwa apa yang dikatakan Trump, adalah apa yang diyakini juga.
Perdana Menteri Irak mengungkapkan bahwa Soleimani tiba di negara itu sebagai bagian dari upaya perdamaian untuk mengurangi ketegangan antara Iran, Irak, dan Arab Saudi. Setelah serangan itu, parlemen Irak memilih untuk mengusir semua pasukan asing dari negara itu, tetapi Washington telah menolak untuk membahas penarikan sekitar 5.000 tentara dari sana. (ssb)