Rudal Iran
Washington DC - Amerika Serikat (AS) akhirnya mengakui bahwa 11 tentaranya mengalami gejala gegar otak setelah serangan rudal Iran terhadap dua pangkalan militer Irak yang menjadi markas pasukan AS pada 8 Januari lalu. Hal ini diungkapkan setelah AS sebelumnya menyatakan tidak tentara yang menjadi korban serangan rudal Iran tersebut.
Serangan rudal Iran itu diketahui merupakan balasan atas serangan drone militer AS di Baghdad yang menewaskan Komandan Pasukan Quds Iran, Mayor Jenderal Qasem Soleimani, pada 3 Januari lalu. Puluhan rudal Iran ditembakkan terhadap dua markas pasukan AS di Pangkalan Udara Ain al-Asad dan di wilayah Arbil.
Laporan awal militer AS menyebut serangan rudal itu memicu kerusakan material cukup signifikan, namun tidak ada korban jiwa. Presiden AS Donald Trump juga menyatakan tidak ada korban jiwa akibat serangan rudal Iran tersebut.
Seperti dilansir Reuters dan AFP, Jumat (17/1/2020), pernyataan terbaru militer AS menyebut sejumlah tentara AS mengalami cedera akibat serangan rudal Iran itu.
"Meski tidak ada personel militer AS yang tewas dalam serangan Iran terhadap Pangkalan Al-Asad pada 8 Januari, beberapa personel dirawat atas gejala gegar otak akibat ledakan dan masih dalam pemeriksaan," demikian pernyataan juru bicara Komando Pusat AS, Kapten Bill Urban, dalam pernyataannya.
Urban menyebut bahwa sesuai standar prosedur yang berlaku, semua personel militer di sekitar lokasi serangan harus diperiksa untuk mengetahui ada atau tidaknya cedera otak traumatik. Lebih lanjut, Urban menyebut ada 11 tentara AS yang luka-luka. Mereka telah dibawa ke fasilitas AS di Jerman atau Kuwait untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
"Dalam beberapa hari usai serangan, dengan kewaspadaan besar, sejumlah personel dievakuasi dari Pangkalan Udara al-Asad," sebut Urban.(009)