Bakteri yang dikirim ke Mars nantinya akan menjadi bahan bakar dan oksigen Foto/IST
TRANSKEPRI.COM, JAKARTA - Peneliti dari George Institute of Technology ingin mengirim bakteri ke Mars untuk bahan bakar roket dan oksigen cair yang bisa digunakan pesawat luar angkasa balik ke Bumi. Gagasan itu diharapkan jadi solusi borosnya konsumsi bahan bakar yang bisa digunakan pesawat luar angkasa balik ke bumi setelah sampai di Mars.
Diketahui dalam satu dekade ke depan penerbangan pesawat luar angkasa dari Mars ke bumi akan semakin sering dilakukan.
Hal itu terjadi karena NASA dan badan antariksa negara-negara lain semakin sering berkunjung ke Mars untuk mengambil sample yang ada di planet itu. NASA misalnya telah mengirikan pesawat luar angkasa Perseverance untuk tinggal di Mars untuk mengambil sampel.
Seluruh sampel itu kemudian akan dikirim kembali ke bumi dengan cara menerbangkannya ke orbit Mars. Setelahnya sampel itu langsung diambil oleh pesawat luar angkasa lain untuk dibawa ke bumi.Apalagi bahan sample yang dibawa cukup berat.
Metode tersebut sebenarnya diyakini tidak efektif. Bahkan cenderung pemborosan bahan bakar jika terus dilakukan. Georgia Tech memperkirakan untuk mengangkut 500 kilogram sampel yang ada di Mars, pesawat luar angkasa memerlukan 30 ton metana dan gas cair sebagai bahan bakar.
Sebenarnya sangat mungkin untuk membuat gas cari di Mars untuk membantu pembuatan bahan bakar roket. Hanya saja metana tetap harus dikirim dari bumi. Cara itu menurut Georgia Tech pemborosan karena akan menghabiskan biaya sekitar USD8 miliar atau setara Rp112,6 triliun. Itu hanya untuk mengiri metana ke Mars.
Dari situlah tim peneliti dari Georgia Tech yang dipimpin Nick Kruyer mengajukan gagasan mengirim mikroba ke Mars sebagai bahan dasar pembuatan bahan bakar roket dan gas cair. Mereka menemukan fakta bahwa bakteri, Cyanobacteria dan bakteri E. coli yang terlebih dulu mengalami rekayasa genetika dapat .menghasilkan bahan bakar alternatif yang dikenal sebagagi 2,3- butanediol (CH3CHOH)2. Butanedoil saat ini banyak digunakan untuk membuat karet sintetis dan polimer lainnya.
Selain menyediakan oksigen yang cukup untuk roket, teknik yang diusulkan juga akan menghasilkan 44 ton oksigen berlebih yang dapat digunakan untuk tujuan lain.
Proses pembuatan bahan bakar itu memang cukup rumit. Terlebih dulu mereka harus mengirim bakteri, mikro organisme dan bahan plastik untuk mebuat fotobiorekator. Ukuran fotobioreaktor itu disebutkan New Atlas mencapai empat kali lapangan sepak bola.
Di fotobioreaktor, sinar matahari dan karbon dioksida dari atmosfer akan diberikan ke cyanobacteria, yang kemudian akan diolah dengan enzim untuk menghasilkan gula. Gula itu akan diekstraksi dan diumpankan ke E. coli untuk menghasilkan 2,3-butanediol dan oksigen.
Menurut perhitungan tim, prosesnya itu jauh lebih efisien 32 persen daripada metode lainnya yang juga diusulkan tim lain yakni membuat oksigen di Mars melalui katalisis kimia. Hal itu jauh lebih boros karena tetap menggunakan metana yang dikirim dari bumi.
"Kami juga perlu melakukan eksperimen untuk menunjukkan bahwa cyanobacteria dapat tumbuh dalam kondisi Mars," kata Matthew Realff, salah satu anggota tim dari Georgia Tech. "Kita perlu mempertimbangkan perbedaan spektrum matahari di Mars baik karena jarak dari Matahari dan kurangnya penyaringan atmosfer dari sinar matahari. Tingkat ultraviolet yang tinggi dapat merusak cyanobacteria," sambungnya lagi.
(net)