Pangkalan militer Ain al-Assad di Irak yang digunakan militer Amerika Serikat hancur diserang rudal-rudal Iran, Rabu pekan lalu. Foto/REUTERS
TRANSKEPRI.COM. BAGHDAD - Para tentara Amerika Serikat (AS) di Irak diketahui bersembunyi di bungker era Saddam Hussein selama Iran menyerang dua markas mereka dengan sekitar 22 rudal balistik. Para tentara Washington bergegas mengumpet di bungker yang sangat kuat itu sesaat setelah menerima peringatan akan adanya serangan misil Teheran.
Republik Islam Iran pada Rabu pekan lalu menembakkan 15 hingga 22 rudal balistik ke pangkalan militer Ain al-Assad dan Erbil di Irak yang digunakan militer Amerika. Serangan yang tak memakan korban jiwa itu diklaim sebagai awal dari balas dendam atas pembunuhan jenderal top Iran, Qassem Soleimani, oleh serangan rudal Hellfire dengan drone MQ-9 Reaper Amerika di dekat bandara Baghdad.
Mengutip laporan CNN pada Selasa (14/1/2020), di pangkalan al-Assad, militer Amerika menerima peringatan bahwa beberapa rudal menuju ke arah mereka.
"Saya memegang pistol saya dan menundukkan kepala saya dan saya mencoba menemukan tempat yang menyenangkan, jadi saya mulai bernyanyi untuk anak perempuan saya di kepala saya," kata Sersan Akeem Ferguson kepada media Amerika tersebut."Dan saya hanya menunggu. Saya berharap apa pun yang terjadi, itu cepat."
Ferguson, yang berlindung di bawah lempengan beton yang rentan, menambahkan; "Saya 100 persen siap mati."
Tidak ada orang Amerika atau Irak yang terluka maupun tewas dalam serangan di dua pangkalan militer tersebut. Sepertiga dari pangkalan-pangkalan itu dikendalikan oleh AS. Menurut CNN, kedua pangkalan itu tidak memiliki senjata pertahanan. Namun, para pejabat militer Amerika pada pekan lalu mengatakan ada sistem pertahanan rudal Patriot yang berstatus aktif saat ada peringatan tentang serangan misil Iran.
Menurut laporan itu, rudal-rudal Iran berhasil menghancurkan situs militer AS yang sensitif dan merusak markas pasukan khusus dan dua hanggar. Unit rumah operator drone Amerika juga hancur.
Pada pukul 23.00 malam 7 Januari 2020, sebagian besar pasukan AS di pangkalan Irak dikirim ke bungker, sedangkan beberapa lainnya telah diterbangkan keluar dari negara tersebut.
Hanya personel penting, seperti penjaga menara dan pilot drone, yang tetap berada di lapangan untuk melindungi terhadap kemungkinan serangan darat setelah rudal-rudal Teheran mendarat.
Rudal pertama jatuh pada pukul 01.34 pagi, diikuti oleh tiga tembakan lagi, yang berselang lebih dari 15 menit. Serangan berlangsung sekitar dua jam.
Masih menurut laporan CNN, pasukan AS di lokasi menggambarkan ketegangan, ketakutan, dan perasaan tidak berdaya.
"Anda dapat bertahan melawan (pasukan paramiliter), tetapi Anda tidak dapat bertahan melawan ini," kata Kapten Patrick Livingstone, komandan Pasukan Keamanan Angkatan Udara AS, merujuk pada serangan roket sebelumnya oleh kelompok-kelompok bersenjata.
"Saat ini, pangkalan ini tidak dirancang untuk bertahan melawan rudal," ujarnya.
Sebagian besar pasukan berlindung di bangunan berdebu berbentuk piramida yang dibangun pada masa pemerintahan Saddam Hussein. Mereka tidak yakin apakah akan tahan terhadap serangan misil-misil Iran, tetapi mereka menyadari bahwa tembok miring berusia puluhan tahun yang dibangun untuk membelokkan ledakan senjata Iran lebih kuat dari tempat perlindungan AS, yang dibuat untuk melindungi dari roket dan mortir kecil yang digunakan oleh ISIS.
Kipas ventilasi melapisi dinding luar bungker tua, yang memiliki dua ruang tamu luas dengan tempat tidur lipat, kasur, tandu, dan loker.
Letnan Kolonel Staci Coleman, salah satu pemimpin tim AS yang mengantar pasukan ke bungker, mengatakan dia awalnya ragu.
"Saya sedang duduk di bungker dan saya seperti manusia (lainnya), mungkin saya membuat keputusan yang salah (untuk datang ke sini)," kata Coleman kepada CNN.
"Sekitar 10 menit, setelah saya mengatakan itu pada diri saya sendiri, boom boom boom boom dan saya berkata, 'Baiklah ada jawaban saya,'" lanjut dia. “Seluruh tanah bergetar. Itu sangat keras. Anda bisa merasakan gelombang ledakan di sini. Kami tahu mereka dekat."
Sementara itu, Ferguson berada di dalam bungker buatan AS yang dijejali oleh karung pasir.
"Ada lubang kecil di sisi tempat berlindung dan kami melihat kilatan cahaya oranye," katanya. "Setelah itu, kami memperkirakan bahwa setiap kali kami melihat flash, hanya beberapa detik sebelum itu akan mengenai."
Dia menambahkan; "Itu Flash. Ledakan. Flash. Ledakan. Kami tidak tahu kapan itu akan berhenti. Kami duduk di sana dan menunggu sampai selesai."
Ketika pasukan akhirnya muncul, mereka menggambarkan perasaan campuran antara lega dan kejutan serangan senjata.
“Itu 'normal' setelahnya,” kata Coleman. "Tapi kami semua saling menatap mata seolah-olah mengatakan, ‘Apakah Anda baik-baik saja?'," imbuh dia. (ssb)