Penyelenggaraan Pilkada Diundur ke 2025 Semakin Menguat

Jumat, 08 Oktober 2021

Pilkada

TRANSKEPRI.COM.JAKARTA- Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengusulkan Pilkada mundur jadi Februari 2025 jika Pemilu digelar 15 Mei 2024. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) setuju dengan usulan KPU.

"Pemilu 15 Mei mungkin saja untuk dilakukan kalau diikuti dengan penyesuaian pengaturan teknis di dalam UU Pemilu serta jadwal pemungutan suara pilkada digeser dari November 2024, mundur ke 2025 atau 2026. Sehingga usulan KPU yang menyatakan hari pemungutan suara mundur ke 2025 kalau pileg pilpres ingin diselenggarakan pada 15 Mei 2024, adalah sesuatu yang sangat beralasan dan logis," ujar anggota Dewan Pembina Perludem Titi Anggraini, kepada wartawan, Kamis (7/10/2021).

"Mendekatkan hari pemungutan suara dengan pelantikan capres terpilih pada 20 Oktober 2024 untuk menghindari manuver politik dan menjaga kondusifitas pemerintahan merupakan sesuatu yang beralasan. Hanya saja hal itu menjadi usulan yang mengandung risiko dan komplesitas tinggi akibat adanya irisan tahapan yang terlalu mepet dan bertumpuk dengan tahapan pilkada yang pemungutan suaranya sesuai Pasal 201 ayat (8) UU No. 10 Tahun 2016 terjadwal berlangsung pada November 2024," tuturnya.Titi menilai mendekatkan hari pemungutan suara Pilkada dengan pelantikan Capres merupakan hal yang beralasan untuk menghindari manuver politik. Namun, hal ini dinilai memiliki risiko dan kompleksitas tinggi karena tahapan yang mepet.

Titi menilai jika Pilpres dilakukan 15 Mei dan Pilkada November 2024, maka akan menimbulkan kompleksitas beban penyelenggara hingga potensi kegaduhan. Terlebih bila hal ini dilakukan tanpa adanya perubahan ketentuan teknis dalam UU Pemilu.

"Sangat mungkin penyelenggara akan kembali merasakan kelelahan seperti Pemilu 2019 dan potensial jatuh korban sebagai ekses penyelenggaraan pemilu yang terlalu berat, rumit, dan melelahkan. Pemilih juga sangat sulit untuk diharapkan bisa menjadi pemilih rasional akibat kebingungan terhadap pelaksanaan pemilu yang terlalu rumit dan kompleks dengan agenda politik yang terlalu besar dan banyak cakupannya," sambungnya."Kalau pemungutan suara pileg pilpres pada 15 Mei lalu pilkada pada November 2024, dengan tanpa perubahan ketentuan teknis dalam UU Pemilu dan UU Pilkada, maka akan ada kompleksitas beban penyelenggaraan tahapan pemilu akibat tumpukan tahapan pemilu dan pilkada yang harus dikelola penyelenggara pemilu. Selain itu akan ada potensi kegaduhan politik akibat kompetisi yang tumpang tindih antara pileg, pilpres dan pilkada pada waktu bersamaan," ujar Titi.

Diketahui hingga saat ini DPR dan KPU belum satu suara dan belum menetapkan terkait waktu pelaksanaan. Titi menilai pertimbangan KPU perlu dikedepankan, sebab sesuai UU Pemilu disebut waktu pelaksanaan pemilihan ditetapkan oleh KPU.

"Di tengah situasi saat ini, di mana belum ada titik temu soal jadwal pilkada, semua pihak mestinya lebih bijaksana untuk mengedepankan pertimbangan KPU sebagai pihak yang paling memahami aspek teknis dalam tata kelola pemilu. Selain sudah jelas bahwa Pasal 167 ayat (2) UU N0. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum tegas menyebut bahwa Hari, tanggal, dan waktu pemungutan suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU," ujar Titi. (tm)