Biaya Hidup Termahal, Hong Kong Krisis Lahan Pemakaman. (Istimewa).
TRANSKEPRI.COM. HONG KONG - Hong Kong menjadi salah satu kota dengan biaya kehidupan termahal di dunia. Ironisnya, masyarakat setempat tidak hanya harus berjuang keras dalam memiliki rumah saat masih hidup, tapi juga saat meninggal dunia.
Saat ini, Hong Kong menghadapi krisis lahan pemakaman. Tahun lalu, sekitar 200 ribu jenazah juga harus masuk daftar tunggu. Warga lokal menyatakan biaya hidup di Hong Kong lebih murah dibanding biaya mati. Faktanya, pemakaman pribadi di Hong Kong dapat dibanderol hingga HKD280 ribu (Rp496 juta) per meter persegi.
Beberapa pemakaman elite bangsawan juga memiliki banderol yang lebih fantastis. Harga satu makam dilaporkan dapat mencapai HKD1,8 juta (Rp3,1 miliar) hingga HKD5 juta (Rp8,8 miliar) per meter persegi. Masyarakat yang tidak mampu membayar biaya pemakaman pribadi terpaksa menunggu hingga sekitar empat tahun.
Pemerintah Hong Kong berupaya mengatasi masalah ini dengan menerapkan regulasi yang ketat kepada operator kolumbarium sawsta. Maklum, sebelumnya, banyak warga yang mengeluh karena mereka merasa dieksploitasi. Namun, sejauh ini, hanya separuh operator swasta yang memenuhu kualifikasi yang ditetapkan.
“Dengan kondisi seperti ini, kolumbarium swasta lama-lama akan memperoleh izin. Saya yakin harganya akan terus naik karena kami mengadopsi pasar bebas,” kata Kepala Asosiasi Bisnis Pemakaman Hong Kong, Kwok Hoi Pong seperti dikutip The Guardian. “Kami memperkirakan kenaikkannya sekitar 30%.”
Belakangan ini, dua kolumbarium publik telah dibangun di Hong Kong. Salah satunya Floating Eternity yang dapat menampung hingga 370 kolumbarium. Namun, pembangunan itu masih belum cukup. Akibatnya, sejumlah warga Hong Kong mencoba alternatif lain dengan mencari lahan pemakaman di Makau atau China.
Dengan populasi yang terus menuai, jumlah jenazah yang masuk daftar tunggu kemungkinan akan meningkat dua kali lipat pada 2023. Menurut perusahaan pemakaman Kenneth Leung Ka-keung, Leung Chun Woon Kee, krisis pemakaman merupakan isu yang kurang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
“Pemerintah Hong Kong tidak memiliki rencana seusai 2022,” ujar Woon Kee kepada South China Morning Post. (ssb)