Komisi IX DPR mendukung upaya pemerintah melobi Badan Kesehatan Dunia (WHO) agar Indonesia menjadi salah satu pusat produksi vaksin Covid-19 global. FOTO/DOK.SINDOnews
TRANSKEPRI.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher mendukung upaya pemerintah melobi Badan Kesehatan Dunia (WHO) agar Indonesia menjadi salah satu pusat produksi vaksin Covid-19 global. Sebab status Indonesia sebagai negara menengah berkembang dan masih membutuhkan banyak vaksin.
"Langkah positif ini patut didukung. Pemerintah harus melakukan upaya serius dan sungguh-sungguh agar Indonesia dipilih sebagai salah satu pusat produksi vaksin global oleh WHO," kata Netty, Selasa (21/9/2021).
Apabila nantinya Indonesia ditetapkan WHO sebagai pusat produksi vaksin global, maka diharapkan terjadi transfer teknologi ke negara berkembang, khususnya di bidang farmasi dan stimulasi infrastruktur kesehatan juga semakin berkembang.
Sempat terjadi ancaman hambatan pasokan vaksin dari negara maju produsen vaksin ke negara berkembang melalui fasilitas COVAX dan AVAT yang dapat merugikan negara berkembang.
"Pada masa pandemi ini, terlihat jelas ketimpangan infrastruktur kesehatan antara negara berkembang dan negara maju yang berdampak pula pada ketidakadilan akses dan distribusi vaksin global. Banyak negara berkembang yang kesulitan mendapatkan vaksin, sementara negara maju justru surplus vaksin karena bisa produksi sendiri," kata Netty.
Selain itu, faktor cuaca yang relatif stabil juga menjadi nilai tambah untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat produksi vaksin. "Kita negara tropis dengan hanya dua musim, musim hujan dan kemarau yang kondisi cuacanya lebih stabil. Sehingga tidak perlu khawatir soal perubahan cuaca yang tidak terprediksi atau ekstrem. Kondisi alamiah ini tentu dapat dijadikan nilai tawar di hadapan WHO," katanya.
Pemerintah perlu mengambil strategi agar peluang mejadikan Indonesia sebagai pusat produksi vaksin tidak hilang. "Indonesia memenuhi syarat untuk menjadi pusat produksi vaksin global. Apabila peluang ini lepas bukan hanya rugi material, tapi juga hilangnya kesempatan membangun kemandirian di bidang farmasi," kata Netty.
(net)