19 September 76 Tahun Lalu: Rapat Raksasa Lapangan Ikada dan Pidato Soekarno yang Menenangkan Massa

Senin, 20 September 2021

Diorama Rapat Raksasa Lapangan Ikada, 19 September 1945. Foto/https://museum.kemdikbud.go.id/

TRANSKEPRI.COM, JAKARTA - Rapat Raksasa Lapangan Ikada digelar pada 19 September 1945. Soekarno menyampaikan pidato singkat di hadapan sekitar 200 ribu rakyat yang hadir.

Rapat Raksasa Lapangan Ikada digelar sebulan lebih setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Rapat tersebut dihadiri sekitar 200 ribu rakyat yang berasal dari Jakarta dan daerah sekitarnya, bahkan beberapa daerah di Jawa Barat.

Dikutip dari http://munasprok.go.id/, para pemuda yang tergabung dalam Commite van Actie mempersiapkan Rapat Raksasa Ikada pada 19 September 1945. Menurut pemuda, meski berita kemerdekaan sudah menyebar namun rakyat belum melihat perubahan.

Pada awalnya, rapat raksasa tersebut direncanakan digelar pada 17 September 1945, tepat sebulan setelah Proklamasi. Lokasi yang dipilih adalah Lapangan lkada yang mampu menampung banyak orang. Lapangan ini sekarang letaknya dekat Monumen Nasional (Monas) .
Informasi tentang rencana rapat raksasa tersebut mulai disebarkan. Soekarno-Hatta dan para pemimpin bangsa Indonesia lainnya disebut akan hadir. Namun, saat para mahasiswa dan pemuda menghadap Soekarno atau Bung Karno untuk meminta kesediaannya hadir dan berpidato dalam rapat raksasa di Lapangan Ikada tersebut, Bung Karno menolak. Risiko yang akan terjadi sangat besar lantaran tentara Jepang masih utuh dan memegang senjata.

Namun, penolakan Bung Karno itu diabaikan para pemuda dan mahasiswa. Mereka tetap akan menggelar rapat raksasa tersebut, namun harinya digeser menjadi tanggal 19 September 1945.

Kabar tentang akan diadakannya rapat raksasa tersebut semakian beredar luas, bukan hanya di Jakarta. Kabar tersebut juga sampai ke masyarakat di Tangerang, Banten, Bogor, Bekasi, Sukabumi, Cianjur, Bandung, hingga Cirebon.
Di sisi lain, pada tanggal 17 September 1945, Kabinet mengadakan sidang khusus untuk membahas rencana para pemuda dan pelajar/mahasiswa untuk menyelenggarakan rapat raksasa di Lapangan Ikada. Keputusannya adalah meminta kepada para pemuda dan pelajar/mahasiswa untuk membatalkan rencana rapat raksasa tersebut karena risikonya terlalu besar.
Pada 18 September 1945 siang, Menteri Luar Negeri Ahmad Subardjo mengadakan pertemuan resmi dengan para wartawan. Para pemuda, pelajar/mahasiswa juga hadir. Subardjo kemudian menjelaskan alasan pemerintah menolak rapat raksasa tersebut. Pemerintah khawatir terjadi bentrokan dengan militer Jepang dan terjadi pertumpahan darah. Para pemuda, pelajar, dan mahasiswa meminta agar Kabinet bersidang lagi. Subardjo pun berjanji membahas sikap para pemuda dan mahasiswa tersebut dalam rapat kabinet.

Rapat kabinet kembali digelar malam hari hingga 19 September 1945 pukul 04.00 WIB. Namun, belum juga ada keputusan. Sementara, rakyat mulai membanjiri Lapangan Ikada. Banyaknya tank militer Jepang dan tentara Jepang yang ada di sekitar lapangan tersebut tak membuat gentar rakyat.

Akhirnya, Presiden Soekarno memutuskan rapat raksasa tetap dilangsungkan. "Saudara-saudara Menteri, dengarkan keputusan saya, saya akan pergi ke lapangan Ikada untuk menenteramkan rakyat yang sudah berjam-jam menunggu. Saya tidak akan memaksa Saudara-saudara untuk ikut saya. Siapa yang mau tinggal di rumah boleh, terserah kepada Saudara masing-masing," demikian kata Bung Karno, dikutip dari buku Museum dan Sejarah yang diunggah http://repositori.kemdikbud.go.id/.

Saat Bung Karno naik mimbar, Lapangan Ikada bergemuruh. Sekitar 200 ribu rakyat rakyat menyambut kedatangan Bung Karno dengan teriakan 'Merdeka'. Bung Karno pun menyambut teriakan massa dengan salam Nasional 'Merdeka, Merdeka, Merdeka'.

Bung Kamo berpidato sekitar lima menit. Isi pidatonya antara lain sebagai berikut, seperti dikutip dari buku Museum dan Sejarah yang diunggah http://repositori.kemdikbud.go.id/: "Saudara-saudara harap tinggal tenang dan tenteram, dengarkanlah perkataan saya. Sebenarnya Pemerintah Republik lndonesia telah memberi perintah untuk membatalkan rapat ini, tetapi karena Saudara-saudara memaksa, maka saya datang ke sini lengkap dengan menteri-menteri Pemerintah Republik lndonesia. Saya bicara sekarang sebagai saudaramu, Bung Karno. Saya minta Saudara-saudara tinggal tenang dan mengerti akan pimpinan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Saudara-saudara, saya sebagai Presiden, saudara Hatta sebagai Wakil Presiden, Menteri-menteri, kita semua bersedia bertanggung jawab kepada seluruh rakyat Indonesia. Karena itu kami minta kepercayaan rakyat Indonesia.

Kita sudah memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Proklamasi itu, tetap kami pertahankan, sepatah pun tidak kami cabut. Tetapi dalam pada itu, kami sudah menyusun suatu rancangan. Tenang, tenteram, tetap siap sedia menerima perintah yang kami berikan. Kalau Saudara-saudara percaya kepada Pemerintah Republik Indonesia, yang akan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan itu walaupun dada kami akan robek karenanya, maka berikanlah kepercayaan itu kepada kami, dengan tunduk kepada perintah-perintah kami dengan disiplin. Sanggupkah Saudara-saudara? Perintah kami hari ini, marilah sekarang pulang semua dengan tenang dan tenteram, tetapi dengan tetap siap sedia. Saya tutup rapat ini dengan salam nasional "Merdeka"."

Massa yang hadir pun tunduk pada perintah Bung Karno . Mereka membubarkan diri. Tak muncul insiden yang dikhawatirkan.
Soal pidato Bung Karno yang singkat dan hanya sekitar lima menit ini, budayawan Betawi Ridwan Saidi menyebut karena Proklamator RI tersebut juga akan menghadiri acara serupa di Klender.

"Dia sudah ditunggu rakyat di Klender, ada acara barengan," kata Ridwan Saidi dikutip dari video 'Detik detik Rapat Raksasa di Lapangan Ikada 19 September 1945 (Bagian 2)' yang tayang di Kanal YouTube Bursah Interaktif.

Ridwan Saidi juga mengatakan, jika diamati dan dibandingkan dengan rapat-rapat pada tahun 50-an, jumlah yang hadir pada Rapat Raksasa Lapangan Ikada itu sekitar 200 ribu orang. "Sekarang kita sudah merdeka, sudah lagi tidak dijajah. Kira-kira begitulah yang diucapkan (Bung Karno)," kata Ridwan Saidi.
(net)